Arab Saudi dan Qatar Upayakan Damai Sebelum KTT Teluk

Ketegangan antara negara-negara Teluk mereda jelang KTT di Riyadh pada Januari 2021, Arab Saudi dan Qatar dikabarkan negosiasi resolusi konflik
Kepala negara dan pemerintahan Negara-negara Teluk dalam KTT di Arab Saudi, 2019 (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Ketegangan antara Negara-negara Teluk mereda jelang KTT di Riyadh bulan depan. Arab Saudi dan Qatar dikabarkan sedang menegosiasikan resolusi konflik, yang dipenuhi kompromi terkait berbagai isu, termasuk perbatasan

Dewan Pertahanan Agung Manama yang dipimpin langsung oleh Raja Bahrain, Hamad bin Isa al-Khalifa mendeklarasikan saatnya "mengakhiri konflik dan perselishan dengan cara-cara damai,” seperti dilansir kantor berita Bahrain News Agency (BNA).

1. UEA Keberatan Terhadap Sejumlah Kompromi yang Diusulkan Riyadh

Sejak 2017 lalu, Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir, memutus hubungan diplomatik serta memberlakukan blokade ekonomi terhadap Qatar. Alasannya, penguasa di Doha dituduh terlalu dekat dengan Iran.

Dewan Kerjasama Teluk (GCC) rencannya akan bertemu pada 5 Januari 2021 mendatang di Arab Saudi. Pada 2017, konferensi yang sedianya akan digelar selama dua hari itu berakhir setelah cuma beberapa jam, menyusul mangkirnya Arab Saudi dkk. sebagai protes terhadap Qatar.

Sikap lunak Bahrain dan imbauan untuk mengakhiri krisis internal di kawasan Teluk muncul saat Arab Saudi sedang mengupayakan damai.

Awal Desember silam, Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan mengklaim resolusi konflik sudah di depan mata. Empat negara yang ikut memblokade Qatar diklaimnya "sudah mendukung” dan rancangan akhir naskah kesepakatan damai akan segera diterbitkan.

Dari lingkaran diplomat terdengar, sebelumnya UEA sempat berkeberatan terhadap sejumlah kompromi yang diusulkan Riyadh, namun akhirnya mendukung, lapor kantor berita AFP. Anwar Gargash, Menlu UEA, menulis di akun Twitternya, "kami menantikan KTT di Riyadh yang akan memperkuat dialog di kawasan Teluk.”

2. Kerumitan Resolusi Konflik

Ajakan damai juga dilayangkan Menlu Qatar, Syeikh Mohammed al-Thani. Pada 23 Desember lalu, dia mengimbau agar krisis di Teluk diakhiri lewat dialog, dengan menghormati kedaulatan dan prinsip non-interfensi, seperti dilaporkan al-Jazeera.

Al-Thani mengakui pihaknya saat ini sedang menjalin komunikasi dengan Arab Saudi yang mewakili negara-negara lain.

Meski dipicu oleh kedekatan Doha dengan Iran, resolusi konflik di kawasan Teluk juga ikut membahas berbagai perselisihan lain, seperti isu perbatasan. Qatar sejak lama terlibat konflik perbatasan dengan Bahrain di wilayah perairan kedua negara.

Bulan lalu dua kapal penjaga pantai Bahrain dicegat militer Qatar dan dihalau keluar dari wilayahnya, klaim Kementerian Luar Negeri. Namun pemerintah di Manama bersikeras "insiden ini terjadi di wilayah teritorial Kerajaan Bahrain.” Minggu, 20 Desember 2020, Doha dituduh menyita 47 kapal nelayan Bahrain secara ilegal.

Namun pada Senin, 21 Desember 2020, hasil rapat kabinet menggarisbawahi "pentingnya negosiasi langsung secara bilateral dengan Qatar untuk mencapai kesepakatan jangka panjang” di sektor perikanan, menutu kabar BNA.

Dalam kunjungannya ke Moskow, Rabu, 23 Desember 2020, Menlu Qatar al-Thani mengatakan "tidak ada pihak yang akan keluar sebagai pemenang dari krisis ini.”

"Kita hanya bisa keluar sebagai pemenang hanya jika solusinya ditemukan dan kepercayaan dibangun”, pungkas menlu Qatar itu. [rzn/as (afp, rtr, bna)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Hariri: Negara-negara Teluk Tak Rencanakan Aksi Terhadap Lebanon
Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri mengatakan bahwa negara-negara Teluk Arab tidak berencana mengambil tindakan terhadap Lebanon.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.