Anies Nyapres, Urus Trotoar Saja Tidak Bisa Apalagi Negara

Anies nyapres, urus trotoar saja tidak bisa apalagi negara. 'Tidak ada prestasi, kemampuannya hanya berkata-kata.'
Anies Nyapres, Urus Trotoar Saja Tidak Bisa Apalagi Negara | Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta, (Tagar 11/7/2018) - Anies Baswedan yang mendapatkan kemenangan sebagai Gubernur DKI Jakarta secara kontroversial berkat 'pemandu sorak 212' kini semakin santer terdengar akan dicapreskan dalam Pilpres 2019. 

"Kalau ada situasi Pak Anies harus ke nasional, saya katakan oke, tetapi jangan cawapres, tetap capres," kata Presiden PKS Sohibul Iman di kantor DPP PKS, Jakarta, Senin (9/7).

Sohibul menilai posisi Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta kini merupakan modal strategis untuk melenggang ke kontestasi Pilpres. 

"DKI 1 sama dengan RI 3, bahkan sama dengan RI 2. Jadi posisinya sudah strategis," katanya.

Nama Anies yang tiba-tiba disebut-sebut petinggi PKS membuat kader kebingungan, termasuk kader PKS Mahfud Siddiq. Karena Majelis Syuro PKS telah memutuskan sembilan nama untuk Pilpres 2019, tapi malah muncul nama baru dari luar.

"Jadi kalau ada beberapa petinggi mulai menyebut dan cukup sering menyebut nama Anies Baswedan, ini juga jadi membingungkan kader, masyarakat juga lah. Ini PKS gimana katanya punya sembilan capres cawapres," ungkap Mahfud di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/7).

Amin Mudzakkir Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, munculnya Anies Baswedan dalam bursa capres tidak mengejutkan. 

"Sejak awal para aktivis Islam politik, termasuk para alumni HMI yang dipimpin salah satunya oleh peneliti senior LIPI yang terkenal itu, telah menggadang-gadang. Khususnya setelah kemenangannya di DKI tahun kemarin, kepercayaan diri Anies dan pendukungnya meningkat tajam," ujarnya pada Tagar News, Rabu (11/7)

"Sekarang bola ada di tangan Prabowo dan SBY. Mau tidak kedua orang ini menyediakan partainya buat Anies Baswedan mengejar keinginan berkuasanya? Kalau PKS dan PAN, saya kira hanya tinggal menunggu waktu saja," lanjut Amin.

Dengan majunya Anies, kata Amin, jika betul itu akan terjadi, "Langkah Jokowi semakin jelas, mengambil cawapres dari kalangan Islam. Pilihannya banyak, ada Mahfud MD, TGB, Imin, Romi, atau mungkin saja nanti akan ada nama lainnya. Tugas Jokowi hanya memastikan tidak ada yang kecewa kalau benar mau memilih satu di antara mereka."

Dari sudut pandang yang lebih normatif, Amin menegaskan, "Majunya Anies merupakan pertanda buruk. Bisa dipastikan dia dan mesin politiknya akan menggunakan isu agama dan identitas lainnya seperti dilakukannya dalam Pilkada Jakarta. Tidak ada prestasi Anies yang membanggakan kecuali kemampuannya berkata-kata. Mengurusi trotoar untuk persiapan Asian Games sepanjang Sudirman-Thamrin saja tidak bisa, apalagi negara."

Hendro Satrio Pengamat Politik Universitas Paramadina menyebut Anies baru saja mulai, sementara Jokowi sudah mulai sejak lama, sejak Wali Kota Solo.

Satu-satunya modal yang dimiliki Anies, sebut Hendro, adalah popularitas.

"Dan modal popularitas ini ternyata cukup untuk membuat dia dipertimbangkan sebagai capres," katanya. 

Hendro tidak setuju Anies yang adalah mantan rektor Universitas Paramadina itu maju capres. 

"Jangan dong. Urus Jakarta dulu," kata Hendro.

Gebrakan vs Pencitraan Tidak Jelas

Dave AF Laksono politisi Golkar merunut kepemimpinan Jokowi saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian membandingkan dengan apa yang dilakukan Anies kini, sungguh berbeda.

"Ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI, beliau melakukan gebrakan-gebrakan yang langsung terlihat dan dirasakan karena memang dibutuhkan oleh rakyat DKI," ujar Dave melalui keterangan tertulis pada Tagar News, Selasa sore (10/7).

Sedangkan Anies, "Sampai saat ini tidak ada bukti real akan keberhasilannya, kecuali pencitraan-pencitraan tidak jelas. Hanya dapat menyalahkan pemerintahan DKI yang lampau. Dan mengklaim kinerja yang lalu sebagai keberhasilan saat ini," kata Dave.

Dave mengatakan, Anies tidak bisa disamakan dengan Jokowi. Anies sama sekali tidak punya modal untuk maju capres 2019, berbeda dengan Jokowi yang jelas hasil kerjanya nyata.

"Saya tidak melihat ada modal apa pun untuk melawan Jokowi di 2019. Apalagi bila Jokowi maju dengan Airlangga Hartarto," ujarnya.

Kalau benar Anies maju capres, ia ragu Anies akan bisa mengalahkan Jokowi dalam pertarungan Pilpres.

"Jadi saya meragukan bila Anies maju, ia dapat mendulang keberhasilan seperti Jokowi yang jelas-jelas berhasil membangun Indonesia selama lima tahun ini," tandas Dave.

Menimbulkan Masalah Baru

Pakar Kebijakan Publik Trubus Radiansyah mengatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum menunjukkan satu pun kebijakan yang terlaksana dengan baik.

"Karena semuanya baru diujicobakan," kata Trubus saat dihubungi Tagar News, di Jakarta, Rabu (11/7).

Trubus menyebut tiga PR besar Anies, yaitu kebijakan rumah DP 0 rupiah, OK Oce, dan OK Trip. 

"Itu sampai sekarang belum ada konkritnya seperti apa," katanya.

Bahkan ada PR Anies yang dalam periode sebelumnya sudah menemukan titik terang, malah menjadi masalah baru di periode ini.

"Yang ada adalah membuat banyak permasalahan yang kemudian belum terselesaikan. Misalnya penataan Tanah Abang dengan menutup Jalan Jatibaru, PKL berjualan di jalan. Itu ternyata tidak menyelesaikan persoalan penataan Tanah Abang, malah menimbulkan masalah baru," jelas Trubus.

Penataan Kampung Akuarium, sebut Trubus, juga menimbulkan masalah baru.

"Karena warga yang dulu sudah dipindahkan oleh gubernur sebelumnya kemudian berbondong-bondong balik lagi ke situ karena diperbolehkan membangun di situ. Padahal itu tanah negara. Pemprov DKI (dulu) berencana membangun Rusunawa, tapi oleh Gubernur Anies justru dihidupkan kembali, dibangun kembali, yang terjadi justru tambah kumuh," terang Trubus.

Kemudian mengenai reklamasi, lanjutnya, Anies sejak awal kampanye melarang bahkan sampai menyegel 936 bangunan yang ada di situ, tapi penyegelan itu tidak diberikan solusi apa-apa karena sebagian dari ruko dimiliki konsumen.

"Belakangan gubernur mengeluarkan Pergub pengelolaan reklamasi, berarti gubernur membantuk satu lembaga sesuai amanah Kepres 52 tahun 1995 tentang reklamasi. Dimana Keppres itu sendiri sudah dibatalkan oleh Perpres pula tahun 2008. Seolah dihidupkan kembali oleh Anies karena dia membuat Pergub yang rujukannya ke situ tetapi Perda mengenai reklamasi sendiri belum disusun," jelas Trubus.

Ia menambahkan, "Di zaman Ahok reklamasi bisa memberikan masukan kepada Pemprov 15 persen dari nilai total per tahun. Anies, akhirnya Raperda ditarik dibatalkan, nah dengan dibatalkan itu berarti reklamasi merujuk ke mana, ya merujuk ke aturan sebelumnya, yaitu peraturan reklamasi yang ada sebelumnya tahun 2008."

Trubus menyebut reklamasi tambah tidak ada kejelasan, apakah dihentikan atau diteruskan. 

"Tapi kalau melihat Perpres, Pergub yang dikeluarkan, mengindikasikan reklamasi mau diteruskan karena dibentuk badan pengelola, berarti diteruskan dong kan sesuai amanah Keppres 52," ujarnya.

Ada lagi program yang tidak jalan sampai sekarang yang belum mendapat penyelesaian, sebut Trubus, yaitu legalisasi becak.

"Sampai hari ini tidak ada penyelesaiannya, padahal sudah dijanjikan kepada masyarakat perkampungan untuk menggunakan becak sebagai sarana transportasi di perkotaan di Jakarta," katanya.

Walaupun demikian, Trubus menilai wajar kalau ada partai mau memajukan Anies jadi capres. Karena di negara demokrasi, adalah hak setiap warga negara untuk memilih atau dipilih. (nhn)

Berita terkait
0
Unilever Jual Bisnis Ben & Jerrys di Israel kepada Investor Lokal
Perusahaan Unilever umumkan, 29 Juni 2022, bahwa pihaknya menjual saham bisnis es krim Ben & Jerrys di Israel kepada pemegang lisensi lokal