Anies Baswedan, Sebelum Hijrah ke Petamburan

Pandangan Anies Baswedan beberapa tahun lalu sebelum hijrah ke Petamburan pas diterapkan Polri dalam menangani kasus Rizieq Shihab dan pengikutnya.
Buku Anies Baswedan berjudul Merajut Tenun Kebangsaan, di dalamnya ada esai berjudul Ini Soal Tenun Kebangsaan. Titik. (Foto: Tagar/Tokopedia

Jakarta - Intelektual Nahdlatul Ulama Akhmad Sahal mendorong Polri menangani kasus Rizieq Shihab dan pengikutnya dengan perspektif konstitusi. Di mata konstitusi, Rizieq itu bukan ulama, habib atau imam besar. Dia adalah warga negara biasa, sama posisinya dengan warga negara lain. Sahal mengacu pada pemikiran Anies Baswedan sebelum hijrah ke Petamburan.

"Di sini saya mengacu pada tulisan terkenal Anies Baswedan berjudul Ini Soal Tenun Kebangsaan. Titik. Apa yang ditulis Anies dalam esai tersebut menurut saya pas untuk diterapkan dalam kasus Rizieq dan pengikutnya," ujar Akhmad Sahal dalam video berjudul Polri, Segeralah Tindak Tegas Rizieq dan Pendukungnya di Cokro TV, Jumat, 4 Desember 2020.

Sejatinya, kata Sahal, pandangan semacam itu pernah dinyatakan Anies Baswedan beberapa tahun lalu, sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, "Ketika Anies masih zaman old, sebelum dia hijrah ke Petamburan dan munduk-munduk ke Rizieq."

Akhmad Sahal menyatakan hal tersebut menanggapi sikap Polri yang tidak melakukan apa-apa kepada pendukung Rizieq Shihab yang mengepung rumah ibunda Menko Polhukam Mahfud MD di Pamekasan, Madura. "Bayangkan, kalau orang tua Pak Mahfud, Menko Polhukam yang notabene orang nomor tiga di Republik ini saja bisa dikepung rumahnya, bagaimana nasib orang biasa? Bagaimana nasib minoritas?"

Perspektif konstitusi, jelas Sahal, patokannya dalam menilai hanyalah ya aturan konstitusi dan turunan-turunannya. "Dengan begitu, kalau dia macam-macam, ya mesti ditindak tegas. Ini berlaku buat warga negara lain juga."

Anies RizieqAnies Baswedan dan Rizieq Shihab. (Foto: Tagar/Harian Pijar)

Sahal kemudian mengutip tulisan Anies dalam esai tersebut: Salah satu sumber masalahnya adalah kegagalan membedakan 'warga negara' dan 'penganut sebuah agama'. Dalam menegakkan hukum, negara hendaknya tidak melihat orang berdasarkan keyakinan agama dan identitas primordialnya, melainkan harus selalu melihatnya semata-mata warga negara. Sebagai citizen. Dan karena itu, dalam memperlakukan mereka, negara hanya punya satu patokan, yaitu konstitusi. 

Aparat keamanan harus hadir untuk melindungi orang sebagai 'warga negara', bukan melindungi orang sebagai 'pengikut' keyakinan atau ajaran tertentu. Begitu pula jika ada kekerasan, maka aparat hadir untuk menangkap pelakunya sebagai 'warga negara'. Warga negara yang melakukan kekerasan itu, bukan menangkap 'pengikut' keyakinan yang melakukan kekerasan.

Untuk menegakkan hukum hanya aparat yang boleh turun tangan. Saat penegak hukum dibekali senjata, itu tujuannya bukan untuk tampil gagah saat upacara, tapi untuk dipakai saat melindungi warga negara, saat menegakkan hukum. Jadi, begitu ada warga negara yang memilih untuk melanggar dan meremehkan aturan hukum untuk merobek tenun kebangsaan, maka sikap negara hanya ada satu: ganjar mereka dengan hukuman yang amat menjerakan. Bukan hanya pelakunya di lapangan, tapi tokoh-tokohnya juga yang harus dihukum.

"Pendapat Anies itu menurut saya cocok diterapkan untuk menyikapi para perusak tenun kebangsaan macam Rizieq dan pengikutnya," ujar Sahal.

Aparat harus melihat Rizieq sebagai warga negara biasa, kata Sahal. Abaikan kalau dia dianggap pendukungnya sebagai habib, imam besar dan gelar-gelar lain. Aparat harus berani mengabaikan label-label semacam itu.

Ketika Anies masih zaman old, sebelum dia hijrah ke Petamburan dan munduk-munduk ke Rizieq.

Di hadapan konstitusi, tegas Sahal, Rizieq adalah warga negara biasa. Titik. Kalau melanggar aturan negara, tangkap dan adili secara adil. Jatuhi hukuman yang menjerakan. Ini untuk menciptakan efek jera juga, bukan hanya pada dia, tapi juga pada orang lain yang coba-coba mengikutinya. "Hanya dengan ketegasan semacam itu, orang baru bisa percaya pernyataan Polri bahwa negara tak boleh kalah dengan premanisme, termasuk premanisme berjubah dan berdaster." []

Berita terkait
Rizieq Shihab Sudah Terima Surat Pemanggilan Kedua
Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, surat panggilan kedua untuk Habib Rizieq Shihab sudah diterima pentolan FPI itu.
Mangkir, Rizieq Kembali Dipanggil Tak Boleh Bawa Simpatisan
Rizieq Shihab dalam kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada 7 Desember mendatang dan tak boleh membawa simpatisan.
Polda Jatim Tangkap Pria Ancam Bakar Rumah Mahfud MD
Pelaku ditangkap Polda Jatim karena terekam dalam video mengucapkan pengancaman akan membunuh dan membakar rumah Mahfud Md di Pamekasan.