Anies Baswedan Disarankan Nonton Drama Korea

Anies Baswedan disarankan mengurangi nonton film kayak Zombie, Annabelle, Suzana, memperbanyak nonton drama Korea romantis atau nonton film komedi.
Anies Baswedan (kiri). (Foto: Tagar/Pemprov DKI Jakarta)

Rabu malam, minggu lalu, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menggelar konferensi pers. Waktu itu ia didampingi Wakil Gubernur Riza Patria. Intinya pada konferensi pers itu, Anies mengumumkan Jakarta akan kembali lagi pada kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar, seperti awal merebaknya Covid-19.

Semua mal ditutup, kantor-kantor bekerja di rumah atau work from home, restoran hanya melayani pesanan yang dibawa pulang. Singkatnya, sebagian aktivitas di Jakarta terhenti. Mungkin orang maklum dengan kebijakan ini. Peningkatan jumlah kasus beberapa waktu belakangan memang cukup luar biasa.Tapi coba deh Anda perhatikan pilihan diksi yang dibangun Anies, kayaknya agak sedikit menyeramkan deh.

Kata darurat bertebaran dalam konferensi pers itu, baik dalam menggambarkan kondisi Jakarta saat ini, ataupun ketika Anies menjelaskan istilah kebijakan yang mau diambilnya: Rem Darurat. Anda bisa bayangkan, mendengar kata darurat apa yang terbayang di kepala?

Anies juga menyebut tentang terbatasnya ruangan di RS, dan ancaman kematian. Sesuatu yang membuat bulu kuduk kita pasti berdiri, sekaligus kayaknya seperti ia ingin menyampaikan gambaran ketidakmampuan otoritas kesehatan menghadapi kondisi yang semakin mengancam.

Tidak bisa disangkal, menyimak pidato itu kita jelas membayangkan sebuah suasana yang agak mengerikan. Dan karena mengerikan itulah kata Anies, Jakarta harus dihentikan aktivitasnya. Untuk menyelamatkan nyawa. Menyelamatkan kehidupan. Langkahnya diambil kebijakan PSBB total.

Pidato yang dramatis itu direspons pasar. Besoknya pasar saham anjlok cukup dalam, sampai minus 5 persen penurunannya. Kepanikan melanda investor. Mereka melepas saham yang dipegangnya. Otomatis harga-harga saham anjlok, IHSG anjlok.

Jika waktu itu otoritas bursa tidak menghentikan perdagangan, mungkin saja anjloknya lebih dari lima persen. Kamis pagi itu dalam beberapa jam saja, pasar keuangan kita kehilangan Rp 300 triliun.

Yang harus diingat, pasar adalah gambaran paling jujur dari respons publik terhadap kondisi yang ada. Apalagi pasar saham. Jika pasarnya bergairah, artinya masyarakatnya optimis. Jika pasarnya hancur, artinya orang pesimis.

Anies itu mesti mengurangi nonton film kayak Zombie, nonton film Annabelle, nonton filmnya Suzana. Sudahlah, mulai sekarang perbanyaklah nonton drama Korea yang agak romantis. Atau nonton film komedi.

Ilmu ekonomi bahkan menilai indeks kepercayaan konsumen ini sebagai salah satu alat ukur, apakah kebijakan pemerintah ditanggapi positif atau negatif oleh masyarakat.

Sebagai negara dengan sistem ekonomi terbuka, kepercayaan pasar ini penting. Terus pertanyaannya, kenapa pasar resah akibat statemen Anies Baswedan malam itu? Iya jelas. Kemampuan Anies bernarasi memang harus diakui cukup jempolan. Kemampuan dia memilih diksi misalnya. Tapi diksi kali ini, narasi yang dibangun bersifat horor. Jakarta runtuh.

Rumah sakit penuh. Kondisi amat darurat. Dan kematian membayang di depan mata. Ketika statemen "horor" seperti itu diungkapkan oleh seorang kepala daerah dari ibu kota negara, di mana 70 persen ekonomi Indonesia berputar di Jakarta, apa yang terjadi? Paniklah semua.

Sebenarnya menggunakan kata horor seperti "mayat", "kematian", "makam" atau simbol-simbol yang mengarah pada kematian, kayaknya memang bukan sekali dua kali dimainkan Gubernur Jakarta Anies Baswedan.

Coba ingat. Beberapa waktu lalu Anies juga sempat mengungkapkan jumlah pemakaman di Jakarta. Bahkan saat narasi itu disampaikan, hampir semua media menulis judul menggunakan kata "Bergetar". Bibir Anies bergetarlah, lidahnya bergetarlah. Pokoknya semua bergetar. Efek dramatis mau dicapai dengan kata pemakaman itu.

Secara akal sehat, jika semua media menggunakan judul kata yang sama, memang agak sulit diterima bahwa isu ini tidak diorkestrasi. Lalu kita ingat ada tugu Peti Mati baru-baru ini. Pemda sih tentu saja bisa berkilah, membangun tugu itu untuk membangkitkan efek ketakutan masyarakat pada kematian, lalu orang akhirnya mau tertib pakai masker.

Tapi salah enggak kalau kita menangkap pesan, tugu Peti Mati itu justru menggambarkan ketidakberdayaan pemerintah menghadapi pandemi. Akhirnya tugu itulah. Dan itulah yang dikomunikasikan seorang Gubernur ibu kota negara dan jajarannya kepada publik. Sekali lagi, dalam konteks ini, yang akhirnya jadi korban adalah kepercayaan masyarakat pada pemerintah.

Saya ingin menggambarkan begini. Jika dilihat dari pilihan diksi dalam komunikasi publiknya, sebagai pejabat, tentu sangat mengherankan pilihan kata-kata belakangan ini. Hal-hal yang berkenaan dengan kematian banyak bertebaran. Bahkan jauh sebelum Anies naik jadi gubernur, sudah didahului dengan isu jenazah yang diancam enggak disalatkan.

Jadi sebelum menjabat didahului dengan politisasi jenazah. Ketika menjabat ngomong soal kematian melulu. Syereem. Kita sih tahu, pilihan diksi dan simbol yang bermakna horor seperti tentang kematian itu, membangkitkan efek komunikasi atau persepsi di masyarakat, yang kayaknya melulu negatif.

Anda mau berpikir positif apa ketika komunikasinya soal kematian? Apalagi kalau diksi seperti ini disampaikan oleh seorang kepala daerah. Kayaknya, menurut saya, Anies itu mesti mengurangi nonton film kayak Zombie, nonton film Annabele, nonton filmnya Suzana. 

Sudahlah, mulai sekarang perbanyaklah nonton drama Korea yang agak romantis. Atau nonton film komedi. Dengan begitu, kita berharap nanti, pilihan diksi Gubernur Jakarta jauh lebih positif dalam mengkampanyekan atau mengkomunikasikan kebijakan pemerintah ke masyarakat.

Sebab sebagai seorang pejabat negara, Anies harus berdiri paling depan membangkitkan optimisme publik. Apalagi dalam kondisi seperti ini. Selain itu kalau Pak Anies sering nonton film humor atau film komedi, dia akan banyak tersenyum. Dan kalau Pak Anies tersenyum, Jakarta juga ikut tersenyum.

Jadi saran saya, cobalah hentikan narasi-narasi horor itu. Kita sudah tahu kondisinya seperti ini, tapi kita butuh keyakinan, kepercayaan, bahwa kondisinya baik-baik saja. Toh, kondisinya tidak juga seperti yang dinarasikan, kematian, rumah sakit begini, enggak juga. Semuanya masih bisa di-handle mestinya, karena kepercayaan rakyat kepada pemerintah itu penting saat ini.

*Pegiat Media Sosial

Berita terkait
Anies Terapkan PSBB di DKI, Kemenhub Tak Ubah Aturan
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan pihaknya tak akan mengubah aturan meski DKI Jakarta terapkan PSBB total.
Anies Baswedan Jangan Overdosis Urus Covid-19
Airlangga Hartarto meminta agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak overdosis saat mengurusi pendemi virus corona (Covid-19).
PSBB Total Anies Tutup Sekolah, Wisata, dan Hiburan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan setidaknya terdapat lima kegiatan yang dihentikan seluruhnya selama PSBB total di Ibukota.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.