Angka Kematian Ibu Melahirkan Sangat Mengkhawatirkan

Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Ini alasannya
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB KR) BKKBN Dwi Listyawardani, Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar H Syahruddin, dan Kepala Bidang KB KR Mardalena di Aula kantor BKKBN Sumbar. (Foto: Tagar/Rina akmal)

Padang - Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Dwi Listyawardani menilai, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih berada di tingkat mengkhawatirkan. Dari 1.000 kelahiran hidup, sekitar 30 persen mengalami kematian.

Berdasarkan data 2018-2019, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tinggi yakni 305 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia pada tahun yang sama hanya 17 per 1.000 kelahiran hidup.

"Ini tentu masih menjadi PR besar bagi kita semua. Bagaimana agar program-program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi ini dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak," kata dia, Kamis 3 Oktober 2019 saat memberikan materi pada kegiatan Peningkatan promosi dan konseling kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi di kelompok kegiatan tingkat provinsi di BKKBN Sumatera Barat.

Tingginya jumlah kematian ibu melahirkan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti minimnya pengetahuan dalam proses kehamilan, persalinan, dan perencanaannya.

"Pengetahuan bukan hanya seputar alat-alat KB saja (akses suntik, pil dan yang lainnya) tapi pengetahuan juga termasuk kontrasepsi bagi pasangan suami istri. Kalau pasangan suami istri tahu apa saja resiko hamil terlalu muda, jarak anak yang terlalu dekat, maka semua akan direncanakan dengan baik," jelas dia.

Untuk itu, perlunya pengetahuan yang memadai bagi pasangan suami istri bahwa penyebab tidak langsung kematian ibu dan anak seperti usia yang terlalu muda atau terlalu tua melahirkan, jarak anak yang terlalu dekat, dan banyaknya jumlah anak.

"Tidak hanya suami istri, tapi semuanya mulai dari remaja, calon pengantin, dan semua pihak harus punya pengetahuan khususnya terkait kesehatan reproduksi dan program-program BKKBN lainnya," tambah dia.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Sumbar H Syahruddin menyampaikan, tingkat pengetahuan masyarakat khususnya PUS (Pasangan Usia Subur) tentang kesehatan reproduksi dan Konseling Kespro saat ini masih belum berjalan sebagaimana mestinya.

Hal ini menurutnya tentu akan berpengaruh pada peningkatan peserta KB (CPR), penurunan unmet neet dan penurunan TFR. Hasil laporan pengendalian lapangan hingga bulan Agustus 2019, angka unmet need Sumatera Barat (PUS yang sudah ingin berKB tetapi belum terlayanani/memakai alat kontrasepsi) masih cukup tinggi, yaitu 14,72.

Sementara hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) Tahun 2019, angka TFR yaitu 2,68, mengalami peningkatan dari hasil SDKI 2017 yaitu 2,5. Sementara  CPR (modern dan tradisional) baru 47,97. "Ini merupakan kerja berat kita bersama, untuk itu perlu dilakukan pola pendekatan kesehatan reproduksi lebih awal," kata Syahruddin.

Sehingga diharapkan sasaran keluarga berencana, seperti meningkatnya CPR, menurunnya unmet need dan menurunnya TFR dengan sendirinya akan mudah tercapai, demikian juga untuk sasaran program kesehatan penurunan angka kematian Ibu karena hamil/melahirkan (AKI dan AKB). []

Baca juga:

Berita terkait
Meghan Markle Melahirkan Pangeran Ketujuh Inggris
Meghan Markle melahirkan seorang (pangeran pewaris tahta ketujuh) pada Senin 6 Mei 2019 pukul 05.26.
Hingga Melahirkan Tidak Kunjung Dinikahi, Pemuda Ini Dipolisikan Kekasihnya
Padahal, kekasihnya telah menuggu untuk dinikahi hingga janin hasil hubungan keduanya lahir ke dunia.
Pejabat Kerajaan Bertaruh Meghan Markle Melahirkan Anak Kembar
Anak-anak Pangeran Harry dan Meghan Markle memiliki garis suksesi untuk menjadi pewaris tahkta kerajaan.