Anak Menderita Jantung Bocor, Semantara Rumah Nyaris Ambruk

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah nyaris ambruk, 2 km dari pendopo Kabupaten Pemalang. Sang anak menderita jantung bocor terbiarkan karena ketiadaan biaya.
Maharani (berbaju motif biru, rambut dikuncir) siswi SMK, menderita jantung bocor, berada di tengah keluarga. (yon)

Pemalang, (Tagar, 9/3/2018) - Seorang siswi SMK di Pemalang Jawa Tengah kondisinya memprihatinkan, menderita jantung bocor, tinggal di rumah yang nyaris ambruk.

Keluarga ini kesulitan memenuhi pengobatan anaknya karena tidak mempunyai biaya, juga tak ada biaya untuk memperbaiki rumah yang nyaris ambruk.

Maharani (16) siswi kelas 11 SMK N 1 Pemalang ini kalau dilihat memang masih sehat seperti anak pada umumnya, namun sebenarnya dia menderita penyakit berbahaya yaitu jantung bocor, kondisinya mudah lelah dan sering sakit.

Putri kedua pasangan Fatechah dan Tugimin, warga Jalan Wilis dalam No 10 RT 02 RW 6 Dusun Cokrah Desa Mulyoharjo Kabupaten Pemalang. Ia menderita jantung bocor sejak beberapa tahun dan belum tertangani.

Selama ini hanya diobati di Puskesmas dan sempat dirujuk ke RS Kariyadi Semarang untuk operasi, namun kesulitan biaya.

Untuk berobat memang ada Kartu Indonesia Sehat, namun ada beberapa obat yang tidak ditanggung KIS. Selain itu juga tak ada biaya transportasi serta untuk menunggui dan kebutuhan lainnya, sehingga ia dibiarkan saja di rumah.

Lokasi rumah penderita ini hanya berjarak kurang dari 2 km dari pendopo kabupaten Pemalang.

Siswi berparas cantik ini cukup berprestasi di sekolah dan dikenal ramah serta semangat belajar.

Saya sudah lama merasa lemas dan mudah sakit, lalu diperiksa di Puskesmas lalu diketahui jantung bocor. Saya berharap bisa sembuh dan kondisi rumah bisa lebih baik, tidak sampai ambruk," kata Maharani penderita jantung bocor.

Kondisi rumah sangat mengenaskan, lantai masih tanah, dinding bambu berlubang di sana sini, atap bocor dan kayu sudah lapuk serta kondisi bangunan miring nyaris ambruk. Rumah kecil ini ditempati enam anggota keluarga tediri dari dua ayah ibu dan empat anak.

Keluarga ini hanya mengandalkan sang ayah, Tugimin yang berjualan bakso keliling. Penghasilannya minim sehingga tak mampu memenuhi biaya perbaikan rumah serta pengobatan putrinya.

Fatechaeh, ibu penderita, menyebutkan tak bisa berbuat banyak untuk mengobati putrinya.

"Kami kesulitan untuk membiayai pengobatan putri saya, meski ada KIS, namun tetap membutuhkan biaya untuk obat dan kebutuhan selama menunggu. Dari mana biaya tersebut, bahkan untuk hidup sehari- hari saja sudah sangat kesulitan," jelas atechah.

Beberapa kali untuk berobat ke rumah sakit Semarang dibantu ambulans gratis.

Dia berharap ada dermawan atau pihak yang bisa membantu putrinya bisa diobati sampai sembuh. (yon)

Berita terkait