Alumni LBH-YLBHI Imbau Penyelesaian Pemilu Lewat MK

Alumni LBH–YLBHI menyebut penyelesaian terkait dugaan kecurangan pemilu dapat diselesaikan lewat MK.
Massa yang tergabung dalam GNPF Sumut membakar ban bekas saat melakukan aksi unjukrasa di depan kantor Bawaslu Sumut di Medan, Sumatera Utara, Rabu (22/5/2019). Dalam orasinya mereka menolak hasil penghitungan suara pilpres 2019. (Foto: Anatara/Septianda Perdana)

Jakarta - Alumni LBH–YLBHI Abdul Fickar Hadjar menyebut penyelesaian terkait dugaan kecurangan pemilu dapat dilimpahkan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati dalam sistem demokrasi yaitu lewat Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mekanisme Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah cara yang telah kita sepakati dalam sistem pemilu kita. Itu semua diciptakan agar demokrasi berjalan dengan baik dan terus menjadi baik," kata Abdul melalui keterangan tertulis yang diterima Tagar, Rabu 22 Mei 2019.

Abdul menghimbau kepada semua pihak agar bersikap menyejukan setelah kerusuhan terjadi di depan Gedung Bawaslu pada 21 Mei 2019 hingga merembet ke sejumlah titik lokasi di Jakarta hingga saat ini.

Abdul berpesan kepada para peserta unjuk rasa di seluruh Indonesia, agar menyampaikan aspirasinya secara baik dan bertanggungjawab dengan tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum. "Tindakan kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan tidak tersalurkannya aspirasi secara benar," ujar dia.

Abdul juga meminta kepada Polri dan TNI yang diperbantukan menjaga situasi keamanan di Indonesia, agar mengedepankan cara-cara persuasif dan manusiawi dalam menangani demonstran, dengan tidak melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif bagi penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

"Informasi timbulnya korban pada masyarakat sipil, jika itu benar, maka patut dicurigai. Polri telah melakukan tindakan diluar batas kewajaran, tindakan diluar prosedur penanggulangan aksi massa. Padahal seharusnya Polri mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa," urainya.

Terkait dengan kekisruhan kontestasi demokrasi 5 tahunan ini, menurut Abdul, pihak terkait patut melakukan evaluasi sistem pemilu ke depan, terutama dalam pemilihan presiden agar berjalan dengan jujur dan adil.

"Sebagaimana saat ini dicurigai adanya ketidaknetralan aparatur negara, serta keberpihakan aparat penegak hukum, pemanfaatan fasilitas oleh petahana serta ketidakadilan lainnya akibat adanya presidensial treshold," ujar dia.

Selain itu ia pun meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan meneduhkan situasi yang memanas dalam demonstrasi di Jakarta.

"Kepada Presiden RI, agar tidak diam pada situasi seperti ini, berikan kepastian keamanan dan perlindungan HAM pada rakyatnya. Jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat, dan presiden harus bertanggungjawab," pungkasnya.

Baca juga:

Berita terkait