Alat Canggih Belum Mampu Temukan Penumpang Tenggelam

Dengan peralatan milik TNI Angkatan Laut itu, Basarnas akan menyapu lokasi tenggelamnya kapal secara bolak-balik hingga bisa melihat posisi kapal.
Tim SAR gabungan memasang antena GPS pendukung alat "multibeam echosounder" untuk pencarian KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba, Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (23/6/2018). Multibeam echosounder tersebut digunakan untuk mendeteksi kedalaman dan kontur hingga 2.000 meter. (Foto: Antara/Irsan Mulyadi)

Medan, (Tagar 24/6/2018) - Peralatan canggih berupa "multibeam side scan sonar" atau pemindai sonar belum mampu melacak dan menemukan keberadaan KM Sinar Bangun yang tenggelam di perairan Danau Toba, Provinsi Sumatera Utara.

Tim SAR gabungan telah menggunakan peralatan milik TNI Angkatan Laut tersebut dari Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, sejak Jumat (22/6) pagi.

Namun, hingga Sabtu (23/6) malam, belum ditemukan tanda-tanda keberadaan KM Sinar Bangun yang tenggelam, terutama penumpang kapal yang mungkin sudah meninggal.

Hingga kini, jumlah penumpang yang ditemukan baru 22 orang yang terdiri atas tiga penumpang tewas, sedangkan 19 orang lainnya selamat, termasuk nakhoda KM Sinar Bangun.

Dari data di posko penanganan, diketahui identitas tiga korban tewas itu adalah Tri Suci Wulandari (24), warga Aceh Tamiang, Fajryanti (47), warga Kota Binjai, dan Indah Juwita Saragih (22), warga Sidamanik, Simalungun.

Sebanyak 19 nama korban yang selamat adalah adalah M. Fikri (21) warga Indrapura, Kabupaten Batubara, Heri Nainggolan (23) warga Panei Tingkah, Kabupaten Simalungun, Jamuda (17) warga Bunga-bunga, Hernando Lingga (24) warga Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang, dan Sri Santika (26) warga Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara.

Korban lainnya, Rahma Saputra (22) warga Indrapura, Kabuoaten Batubara, Rini Sijabat (26) warga Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Tinambung Situmorang (16) warga Aeknopan, Kabupaten Labuhan Baru Utara, Hermanto Turnip (27) warga Tigaras, Kabupaten Simalungun, dan Suhendra (22) warga Kota Pematang Siantar.

Selain itu, Santi Sianturi (23) warga Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang, Dedi Setiawan (22) warga Lubuk Pakam, Hafni (29) warga Pematang Siantar, Toni (29) warga Kota Pinang, dan Roni (17) warga Raja Nihuta.

Berikutnya, Rudi Wibowo (22) Kota Binjai, Josua Sinaga (18) warga Kota Binjai, dan Juwita Morga (24) warga Aceh Tamiang.

Identitas seorang lagi korban selamat yang merupakan nakhoda KM Sinar Bangun tidak dipublikasikan.

Seluruh korban yang ditemukan dibawa ke RSUD Tuan Rondahaim di Pematang Raya, Kabupaten Simalungun untuk dirawat dan diidentifikasi.

Masyarakat yang terdiri atas warga sekitar dan keluarga korban masih terlihat banyak menyaksikan sekaligus menantikan hasil pencarian tim SAR gabungan.

Untuk mempercepat penemuan KM Sinar Bangun dan penumpangnya yang ikut tenggelam pada tanggal 18 Juni 2018, Basarnas berencana mendatangkan "scan sonar" lagi.

Menurut Kepala Kantor SAR Medan Budiawan, dalam operasionalnya, pemindai sonar tersebut dibawa dan diletakkan pada sebuah kapal, lalu diturunkan dengan alat seperti crane ke perairan Danau Toba.

Untuk lebih memaksimalkan pencarian, pihaknya berencana mendatangkan satu lagi alat pemindai sonar dari Kantor SAR Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Dengan pemanfaatan dua alat pemindai sonar tersebut, diharapkan penyelamatan penumpang penemuan fisik KM Sinar Bangun lebih cepat dilakukan.

Hingga hari keenam penyelamatan tersebut, pihaknya berupaya memperluas lokasi pencarian dari titik awal tenggelamnya KM Sinar Bangun.

"Direncanakan, luas pencariannya sekitar 10 s.d. 20 km," katanya.

Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) M. Syaugi mengatakan bahwa pihaknya sangat serius untuk mencari fisik KM Sinar Bangun, terutama seluruh penumpangnya.

Pencarian fisik KM SInar Bangun dan para penumpangnya tidak hanya di atas permukaan air, tetapi juga di bawah air dengan menggunakan peralatan khusus.

Basarnas juga telah mengerahkan helikopter untuk menyisiri seluruh Danau Toba, termasuk pinggiran danau yang dikeliling tujuh kabupaten tersebut.

Basarnas juga selalu mengumpulkan data dari masyarakat, nelayan, dan saksi yang menyaksikan tenggelamnya kapal yang berlayar dari pelabuhan Tigasras di Kabupaten Simalungun menuju Pelabuhan Simanindo di Kabupaten Samosir itu.

Basarnas mengalami masalah utama adalah kedalaman Danau Toba yang tidak bisa diselami dengan manusia biasa.

Berdasarkan pengalaman teknis selama ini, kemampuan maksimal manusia untuk menyelam hanya 50 meter, sedangkan lokasi yang diselami melebihi dari batas kemampuan manusia, Kondisi itu berbeda dengan penyelaman dalam peristiwa Air Asia beberapa waktu lalu sekitar 30 meter sehingga bisa diselami petugas.

Dengan keterbatasan manusia tersebut, Basarnas menggunakan peralaran berupa "multibeam side scan sonar" yang mampu mendetaksi hingga 600 meter.

Dengan peralatan milik TNI Angkatan Laut itu, Basarnas akan menyapu lokasi tenggelamnya kapal secara bolak-balik hingga bisa melihat posisi kapal.

Penemuan kapal tersebut sangat penting karena berdasarkan keterangan penumpang yang selamat, penumpang lain tidak mampu menyelamatkan diri diperkirakan terperangkap di dalam kapal.

Dengan penggunaan "multibeam side scan sonar" secara bolak-balik menyusuri di bawah permukaan air Danau Toba, diharapkan dapat ditemukan titik terang.

Alat tersebut berfungsi untuk mendeteksi barang-barang yang ada di bawah air, termasuk KM Sinar Bangun yang dilaporkan membawa penumpang lebih dari 100 orang itu.

Setelah mendapatkan gambar melalui melalui penggunaan "multibeam side scan sonar" dan diyakni betul sebagai fisik KM Sinar Bangun, baru pengangkatan.

"Apakah orangnya atau kapalnya? Urusan belakangan. Yang penting ditemukan dahulu titik lokasi," kata perwira tinggi TNI Angkatan Udara itu. (ant/rmt)

Berita terkait