Alasan Ombudsman Kritik Pemprov Aceh Beli 4 Pesawat

Pemerintah Aceh berencana akan membali pesawat terbang N219 untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah di provinsi itu.
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah saat meninjau rencana pembelian pesawat di Pusat Manajemen PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Senin 9 Desember 2019. Nova Iriansyah juga menandatangani perjanjian kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU) pengadaan pesawat terbang N219 serta pengembangan sumber daya manusia dan pengoperasian angkutan udara Aceh dengan PT Dirgantara Indonesia (Persero). (Foto: Tagar/Istimewa)

Banda Aceh - Pemerintah Aceh berencana akan membali pesawat terbang N219 untuk meningkatkan konektivitas antar wilayah di provinsi itu dalam rangka peningkatan perekonomian masyarakat dan pembangunan daerah.

Rencana pembelian pesawat ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Dirgantara Indonesia (Persero) di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Pusat Manajemen PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Senin 9 Desember 2019.

Menanggapi hal itu, Ombudsman RI perwakilan Aceh menilai rencana pembelian pesawat oleh pemerintah Aceh bukan hal yang tepat yang dilakukan. Menurutnya, pemerintah Aceh tidak perlu memboroskan anggaran untuk membeli burung besi itu.

“Tidak ada alasan yang dapat dibenarkan terhadap rencana pembelian pesawat. Sejak masa Irwandi 2017 lalu kami sudah menolak rencana tersebut,” kata Kepala Ombudsman RI perwakilan Aceh, Taqwaddin Husin dalam keterangannya kepada wartawan di Banda Aceh, Selasa 11 Desember 2019.

Menurut saya sangat belum tepat momentumnya Pemerintah Aceh membeli pesawat.

Ia mengatakan, Provinsi Sumatera Utara, yang memiliki 33 kabupaten/kota dan tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari Aceh, tetapi pemerintah provinsinya tidak memiliki pesawat.

Hal ini berbanding terbalik dengan di Provinsi Aceh, di mana angka kemiskinannya tertinggi di Sumatera. Selain itu, juga angka pengangguran masyarakat Aceh cukup tinggi, sehingga pembelian pesawat adalah sesuatu yang kontraproduktif dengan fakta yang ada.

“Kentara sekali pihak yang berkuasa saat ini tidak peka terhadap fakta. Padahal secara konstitusional, maksud dibentuknya pemerintah adalah untuk melindungi, mensejahterakan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Taqwaddin.

Seharusnya, kata dia, dengan masih banyaknya rumah tidak layak huni, pemerintah Aceh memberikan perlindungan kepada masyarakatnya yang miskin dengan membangun rumah dhuafa. Begitu pula dalam hal kesejahteraan yang masih begitu rendah dan investasi yang minim.

“Menurut saya sangat belum tepat momentumnya Pemerintah Aceh membeli pesawat,” katanya.

Ia menjelaskan, seharusnya pemerintah Aceh lebih fokus memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh, bukan justru memprioritaskan hal-hal yang bersifat non pro-publik.

Kata Taqwaddin, dalam Pasal 180 Undang-Undang Pemerintah Aceh, tegas disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) harus lebih besar diutamakan penggunaannya untuk belanja publik. Namun faktanya, jika dicermati maka belanja pegawai lebih besar daripada belanja publik.

“Saya belum tahu apakah pembelian pesawat ini yang menggunakan APBA sudah mendapat persetujuan dari DPRA. Saya sarankan agar DPRA tidak menyetujui rencana pembelian pesawat tersebut,” tutur Taqwaddin.

Taqwaddin menambahkan, pemerintah Aceh seharusnya memfokuskan diri untuk mensejahterakan rakyat miskin yang jumlahnya 15,32 persen. Apabila rakyat miskin dan pengangguran tidak diberdayakan, maka pembelian pesawat terkesan yang tidak baik di hadapan publik.

“Jika yang miskin dan pengangguran tidak diberdayakan, maka kesannya pesawat ini dibeli dengan maksud digunakan oleh PNS, yang notabene akan makin memperbesar belanja pegawai. Dan, tentu ini akan menyimpangi semangat Pasal 180 UUPA,” kata Taqwaddin.

Sementara, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mengatakan, pembelian pesawat N219 akan memberi manfaat besar bagi provinsi ini. Ia yakin, keberadaan pesawat terbang N219 dapat memberi efek positif bagi dunia investasi, termasuk pariwisata dan peningkatan SDM putra putri aceh kedepan. Hal itu dikarenakan akses ke sejumlah lokasi wisata di Aceh selama ini masih terkendala transportasi.

"Aceh saat ini sedang menggenjot investasi dan mengembangkan sektor pariwisata yang tentu saja membutuhkan kelancaran transportasi," ujar Nova.

Kata dia, pengadaan pesawat untuk mendukung konektivitas antar wilayah di Aceh itu sangat diperlukan mengingat penerbangan perintis di Aceh yang masih berjalan hanya ada di 5 bandara. Itupun dengan frekuensi terbatas, antara 1 sampai 2 flight per minggu.

Sementara penerbangan lain, kata Nova, lebih banyak menjadikan Bandara Kuala Namu di Sumatera Utara sebagai penghubungnya. Sedangkan 7 bandara yang ada di Kabupaten/kota dalam keadaan tidak ada aktifitas.

Nova berharap, setidaknya sampai tahun 2022 Pemerintah Aceh bisa mendapatkan 4 unit pesawat Jenis N219 yang sangat ideal dijadikan sebagai transportasi udara perintis antar pulau di Indonesia.

"Selanjutnya tentu saja kami harapkan dukungan dan pendampingan PT. DI untuk transfer of knowledge dalam rangka peningkatan SDM sektor dirgantara Aceh," kata Nova. []

Berita terkait
12 Tahapan Seleksi Tes CPNS di Aceh Barat Daya
Sebanyak 12 tahapan proses seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2019 di Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh.
Jejak Belanda di Serambi Mekkah di Atas 2.200 Makam
Nur Habibah tampak tersenyum. Tangan kanannya memegang sapu lidi ia berjalan di sela-sela perkuburan Kerkhof Petjut Kota Banda Aceh, Aceh.
Ibu yang Tega Seret Anak di Banda Aceh Dikecam
Ibu yang tega menyeret anak kandungnya di Banda Aceh, Aceh diminta agar dihukum sesuai undang-undang yang berlaku.
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura