Alasan Buruh di DIY Tetap Tolak Penetapan UMK 2021

Kalangan buruh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetap menolak penetapan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2021.
Para buruh dengan mengendarai sepeda motor melakukan long march menuju lokasi demonstrasi menolak Omnibus Law di Kota Yogyakarta. (Tagar/Instagram)

Yogyakarta - Kalangan buruh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tetap menolak penetapan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2021 yang baru saja ditetapkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Rabu, 18 November kemarin. Penolakan dilakukan lantaran kenaikan tersebut belum mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang ada.

“Kami secara organisasi K. SPSI baik di Kota dan Kabupaten dan Provinsi tetap menolak keras terkait kenaikan upah yakni UMP/UMK yang tidak mencapai KHL,” jelas Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Yogyakarta, Deenta Julliant Sukma pada Tagar, Kamis, 19 November 2020.

Menurutnya, tuntutan dari buruh sebenarnya beralasan. Sebab, di masa pandemi yang mengakibatkan resesi ini, perlu ada kenaikan upah yang mencapai KHL agar juga dapat menaikan daya beli masyarakat.

“Serta memperbaiki kondisi DIY sebagai daerah yang memiliki tingkat kemiskinan terbesar di Jawa dan tingkat ketimpangan yang besar se Indonesia,” jelasnya.

Deenta mengutarakan, akibat ditetapkannya upah yang tidak mencapai KHL oleh Gubernur DIY maka akan berakibat sejumlah hal seperti semakin memperparah resesi termasuk di Provinsi DIY tidak terkecuali di Kota Yogyakarta lantaran menurunnya daya beli masyarakat. 

Belum lagi menyoal pendidikan, dimana seorang pekerja atau buruh hanya akan melahirkan pekerja/buruh lagi mengingat upah yang rendah berakibat tidak mampunya seorang pekerja/buruh menyekolahkan anaknya hingga lebih dari sebatas SMA/SMK,

Kemudian, semakin memperbesar angka defisit ekonomi seorang pekerja atau buruh dimana hal tersebut berdampak besar terhadap angka kemiskinan dan ketimpangan yang ada di provinsi ini. 

Dimana apabila Walikota Yogyakarta termasuk Gubernur DIY akan tetap terus melanggengkan rezim upah murah jelas sangat bertentangan dengan amanat konstitusi yang berbunyi, ‘Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak’.

Selain itu pekerjaan yang layak yaitu dengan upah layak atau sesuai dengan KHL, sedangkan penghidupan yang layak tidak semata-mata hanya cukup makan minum namun juga ada aspek perumahan layak serta pendidikan. 

Padahal ketika upah yang diberikan rendah ditengah harga tanah dan kredit rumah yang melambung tinggi di DIY mengakibatkan pekerja atau buruh di semakin tidak mampu mengakses hunian yang layak.

“Belum lagi menyoal pendidikan, dimana seorang pekerja atau buruh hanya akan melahirkan pekerja/buruh lagi mengingat upah yang rendah berakibat tidak mampunya seorang pekerja/buruh menyekolahkan anaknya hingga lebih dari sebatas SMA/SMK,” tegas dia.

Atas dasar itu efeknya upah murah atau tidak layak akan berakibat kepada sukarnya seorang pekerja/buruh keluar dari lingkaran setan kemiskinan. Padahal, lanjut dia, jelas bertentangan dengan amanat konstitusi maupun pidato pelantikan Gubernur DIY yang bertajuk "Panca Mulai" di tahun 2017silam.

“Maka sikap kami tetap pada usulan UMK/UMP yang sesuai dengan KHL riil Kota Yogyakarta/DIY, bukan KHL versi Dewan Pengupahan yang angkanya malah lebih jauh di bawah UMK Kota Yogyakarta/DIY pada tahun 2020,” ujarnya.

Sebelumnya, Pemda DIY telah menetapkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2021. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 340/KEP/2020. UMK 2021 di kabupaten dan kota di Yogyakarta semuanya mengalami kenaikan. 

Sedangkan untuk prosesntase kenaikan tertinggi yakni Kabupaten Gunungkidul mengalami kenaikan 3,81 persen. Kemudian berturut-turut disusul Kota Yogyakarta 3,27 persen, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman 3,11 persen, dan Kabupaten Bantul 2,90 persen.

Kabupaten Gunungkidul meski mengalami prosentase kenaikannya tertinggi namun UMK 2021 ini tetap yang terendah nominalnya di Yogyakarta. Berikut rincian dan jumlah kenaikan UMK 2021 di Yogyakarta:

Kota Yogyakarta sebelumnya Rp 2.004.000 menjadi Rp 2.069.530 atau naik Rp 65.530. Kabupaten Sleman dari Rp 1.846.000 menjadi Rp 1.903.500 atau naik Rp 57.5000. Kabupaten Bantul dari Rp 1.790.500 menjadi Rp 1.842.460 atau naik Rp 51.860. Kabupaten Kulon Progo dari Rp 1.750.500 menjadi Rp 1.805.000 atau naik Rp 54.500. Kabupaten Gunungkidul dari Rp 1.705.000 menjadi Rp 1.770.000 atau naik Rp 65.000. []

Baca juga:

Berita terkait
Mendikbud: Sasar 2 Juta Orang Penerima Bantuan Subsidi Upah
Mendikbud sampaikan ada sekitar 2 juta orang penerima bantuan subsidi upah untuk Pendidik dan Tenaga Kependidikan Non PNS.
BPS: Upah Nominal Harian Buruh Tani Naik 0,09 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, upah nominal harian buruh tani nasional pada Oktober 2020 naik 0,09 persen dibandingkan September.
Penampakan Jimat Milik Pelaku Penganiayaan di Yogyakarta
Polisi menemukan lima jimat dalam dompet milik pelaku penganiayaan terhadap Anton yang dituduh klitih di Yogyakarta.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.