Aktivitas Lansia di Barak Pengungsi Gunung Merapi Sleman

Sejumlah perempuan berusia lanjut di barak pengungsian Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, diberi pelatihan keterampilan.
Seorang perempuan lanjut usia di barak pengungsian Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, membuat media tanam dari limbah plastik, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sleman- Belasan perempuan berusia lanjut duduk beralas karpet berwarna biru. Mereka terbagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok berisi antara empat hingga enam orang. Mereka mengelilingi meja kayu kecil, di tengahnya terdapat sebatang lilin yang menyala dan beberapa lembar potongan plastik.

Keriput yang menghiasi wajah seluruh lansia itu sedikit tersamarkan oleh remangnya cahaya di dalam tenda. Meski sesekali nyala api lilin yang meliuk-liuk menunjukkan kerut-kerut pada sudut mata dan bibir mereka.

Satu per satu nenek-nenek itu mengambil lembaran potongan plastik, kemudian menggulung-gulungnya sehingga berbentuk seperti bola plastik kecil, lalu meletakkannya di atas api lilin agar bentuk bola plastic tidak kembali menjadi lembaran. Beberapa mereka memegang bola plastic dengan jari sedikit bergetar.

Seorang pria paruh baya yang mengajari nenek-nenek itu terlihat menjelaskan pada nenek-nenek itu tentang cara membuat bola-bola plastik dengan benar. Lalu dia berdiri menuju salah satu meja dan mengambil pot kecl berisi tanaman. Dia mengangkat tanaman itu dari pot, menunjukkan fungsi bola-bola plastik itu sebagai media tanam pengganti tanah.

Tidak jauh dari tenda itu, terdapat satu tenda lain berisi peralatan bermain dan wahana permainan untuk anak-anak pengungsi di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Di situ terdapat ayunan, papan luncur, dan sejumlah permainan anak lainnya.

Aktivitas Penghilang Jenuh

Seorang nenek terlihat duduk bersandar di tiang tenda. Dia baru saja menyelesaikan aktivitasnya membuat media tanam dari limbah plastik. Wajahnya tertutup masker. Sebagian besar rambutnya sudah memutih, menunjukkan usianya yang sudah cukup lanjut.

Nenek itu, Trisno Kariyo, mengaku dirinya tidak ingat usianya saat ini. Trisno mengatakan, dirinya sudah hampir sebulan tinggal di barak pengungsian yang terletak di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan tersebut.

Trisno merupakan warga dari dusun terdekat dari puncak Gunung Merapi, yakni Kalitengah Lor, yang diungsikan sejak status Gunung Merapi ditingkatkan menjadi Siaga (Level III).

Lansia Pengungsi Merapi (2)

Suryadi (kanan) memberi pelatihan pada perempuan lanjut usia di barak pengungsian Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Meski secara umum seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi selama tinggal di barak pengungsian, namun Trisno merasa lebih nyaman jika tinggal di rumahnya sendiri. Dia mengaku sudah merasa bosan berada di barak karena dia tidak memiliki kegiatan selain makan dan tidur.

Nek karepe nggih bosen, kan teng mriki sekedap nggih nderek mawon. (Kalau sebetulnya ya bisan. Tapi kan di sini cuma sementara, ya saya menurut saja).

Luwih sekeco teng ndalem piyambak, iso nyambut gawe makani sapi. Teng riki mung turu. (Lebih enak di rumah sendiri, bisa bekerja, member makan sapi. Di sini cuma tidur),” ucapnya saat ditemui, Selasa, 1 Desember 2020.

Kejenuhan-kejenuhan seperti yang dirasakan oleh Trisno, dipahami oleh pemerintah daerah setempat, dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana. Pihak dinas pun kemudian melaksanakan beberapa kegiatan untuk mencegah dan mengobati kejenuhan. Salah satunya dengan memberikan pelatihan pada para pengungsi.

Kepala Seksi Perlindungan Perempuan P3AP2KB, Mahmuda Afiati, mengatakan, pihaknya telah memberikan beberapa pelatihan pada para lansia itu.

“Kami melatih ibu-ibu untuk memanfaatkan limbah plastik menjadi media tanam yang bermanfaat. Jangan sampai menimbukkan polusi, karena plastik kalau dibuang tidak bisa hancur, kalau dibakar menghasilkan karsinogen penyebab kanker,” ucapnya.

Untuk hari itu, pelatihan hanya diikuti oleh para lansia, sebab pengungsi lain yang berusia lebih muda masih beraktivitas di ladang. Nantinya mereka juga akan diberi pelatihan, termasuk anak-anak yang ada di pengungsian.

“Ibu-ibu ini juga pernah dilatih talikur, semacam membuat tas dari benang nilon. Kegiatan pelatihan kadang seminggu dua kali. Satgas PPA juga stand by di sini.”

Sementara, mentor pembuatan media tanam dari limbah plastik, Suryadi, menjelaskan cara pembuatan media tanam tersebut. Pertama, plastic dipotong kecil-kecil, kemudian digulung agar berbentuk bulat, lalu dibakar di atas api lilin.

“Ini betul-betul menggantikan tanah. Nanti tinggal diberikan pupuk. Ini untuk mendampingi pengungsi supaya tidak jenuh dan tidak stress,” ujarnya.

Pelatihan semacam ini, lanjut Suryadi, tidak dilakukan setiap hari. Tapi dia berharap pembuatan media tanam itu bisa dilakukan setiap hari oleh para pengungsi, karena setiap hari ada sampah plasitik.

Ruang Anak Ceria

Hal yang sama dijelaskan oleh Dwi Wiharyanti, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan KB. Menurutnya, perwakilan dari dinas disiagakan setiap hari di lokasi pengungsian dan pihaknya telah mendirikan Posko Perlindungan Perempuan dan Anak, yang terletak hanya sekitardua meter dari tenda kegiatan tersebut.

Dia menambahkan, sebetulnya banyak sekali yang ingin berkegiatan di lokasi pengungsian ini , tapi karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19, pihaknya mengambil kebijakan bahwa semua pihak yang akan berinteraksi dengan lansia dan anak-anak di pengungsian harus melampirkan hasil rapid test.

Cerita Lansia Pengungsi Merapi (3)Dua anak penghuni barak pengungsian Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, bermain di tenda yang digunakan sebagai tempat bermain anak, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Yang ingin berkegiatan dengan anak dan lansia harus rapid, jadi banyak yang batal melakukan kegiatan. Kita harus patuh itu. Rapid dulu. Semua satgas juga kita fasilitasi rapid dulu,” kata Dwi.

Mengenai upaya pencegahan dan antisipasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di barak pengungsian, Dwi mengatakan, untuk saat ini semua cukup terkendali. Terlebih lokasi barak yang cukup terbuka, sehingga lebih mudah dalam pengawasan. “Juga ada program pendampingan pada anak, termasuk anak ruang anak ceria.”

Dua anak terlihat bermain di sudut tenda yang menjadi ruang bermain anak. Mereka terlihat cukup senang dengan arena luncuran dan ayunan yang ada. Sesekali mereka ddengan centil sengaja berpose untuk difoto.

Sementara, di Posko PPA, dua petugas duduk di kursi besi. Mereka mengenakan rompi berwarna krem, dan mendata siapa saja yang akan melakukan kegiatan di area pengungsian.

Agus Riyanto, salah satu petugas Relawan Pos PPA di Barak Pengungsian Glagaharjo, mengatakan, jika siang hari seperti saat itu, suasana di barak cukup sunyi. Sebab sebagian penghuninya kembali ke rumah masing-masing untuk beraktivitas, termasuk memberi makan ternak.

Cerita Lansia Pengungsi Merapi (4)Dua petugas berjaga di Pos Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di barak pengungsian Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Beraktivitasnya masih di atas karena ternaknya di sana masih banyak, jadi harus diselamatkan, ditungguin begitu, dikasih makan,” ucap pria yang merupakan perwakilan Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan Anak itu.

Biasanya, para pengungsi yang beraktivitas di sekitar rumah tinggalnya kembali ke barak pada sore hari. Sehingga pada siang hari hanya para lansia dan kelompok rentan yang beraktivitas di sekitar barak.

Biasanya saat pagi hari, para pengungsi dicek kondisi kesehatannya, terkadang ada juga lembaga atau instansi yang datang untuk melakukan kegiatan dengan mereka.

“Melatih ibu-ibu berkegiatan daripada duduk-duduk bengong. Mengalihkan aktivitas. Untuk menghilangkan rasa jenuh.”

Mengenai keberadaan Pos PPA, dia mengatakan, pos ini sebaga langkah antisipasi jika ada kejadian kekerasan, baik fisik maupun seksual. Sebab, berdasarkan beberapa kejadian bencana, anak dan perempuan di pengungsian rentan terhadap kekerasan.

“Sampai saat ini tidak ada laporan dan kita harap tidak akan ada. Antisipasinya kita berikan pemahaman, kebutuhan terkait pengungsi secepat mungkin kita penuhi, trauma healing kita lakukan, supaya tidak jenuh. Itu bagian dari upaya pencegahan terjadinya kekerasan di barak.”

Selain Pos PPA, dinas juga menyediakan “Bilik Ayah Bunda” di pos pengungsian Gglagahharjo, meskipun menurutnya tidak terlalu dibutuhkan karena statusnya masih siaga.

Hingga saat ini “Bilik Ayah Bunda” belum pernah digunakan karena mobilitas warga naik turun, sehingga kebutuhan seksual mereka masih bisa dilakukan di rumah masing-masing.

Cerita Lansia Pengungsi Merapi (5)Bilik Ayah Bunda, yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis pengungsi di barak pengungsian Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Selasa, 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Anak-anak juga diberikan alat permainan edukatif, olahraga, ada kegiatan pendampingan pembelajaran, ada program mendongeng dari lembaga luar, dsb. Sehingga mereka merasa aman, nyaman dan tidak jenuh,” ucapnya menambahkan.

Petugas lain di situ, Nyadi Kasmorejo, 61 tahun, yang juga merupakan Ketua Umum Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial Kabupaten Sleman, menambahkan, tugas mereka di situ ada tiga, yaki pengaduan kasus, konseling, dan informasi.

Karena saat ini belum ada kasus, para petugas PPA lebih banyak memberikan informasi dan menjaga keselamatan para pengungsi, khususnya anak-anak dan kelompok rentan.

“Orang yang mau berinteraksi dengan anak-anak di sini minimal menunjukkan hasil rapid test bahwa dia nonreaktif. Harus mendaftar dulu kemudian kita jadwalkan dan harus menunjukkan hasil rapid,” kata dia.

Alasan pembatasan interaksi orang luar dengan anak adalah anak-anak di lokasi pengungsian berasal dari zona hijau, sementara yang datang berasal dari beberapa lokasi, yang tidak diketahui zonasinya.

Para petugas ini juga memberikan informasi mengenai bantuan apa saja yang masih dibutuhkan oleh para pengungsi. Sebab tak jarang ada pihak donator yang datang tanpa memperhatikan kebutuhan para pengungsi.

“Banyak orang yang datang langsung menyumbang tanpa memperhaikan kebutuhan. Kalau yang sudah tahu, sudah paham, mereka datang pertama kali itu tidak bawa apa-apa, mereka bertanya kebutuhannya apa.”

Saat ini, lanjutnya, hal yang dibutuhkan oleh anak-anak di barak pengungsian adalah pakaian dalam, alat bermain, dan peraltan tulis menulis. []

Berita terkait
Tetes Air Nira dan Keringat Pembuat Gula Merah di Cilacap
Pembuatan gula merah membutuhkan waktu dan proses yang tidak mudah. Mulai dari menyadap air nira hingga merebus berjam-jam. Begini caranya.
Cerita Perajin Sandal Berbahan Limbah Kulit di Tangerang
Perajin sandal rumahan yang menggunakan limbah kulit pabrik sepatu di Tangerang tetap bertahan di tengah badai pandemi Covid-19.
Buaya Putih Jejadian Penjaga Danau Cibeureum Bekasi
Warga di sekitar Danau Cibeureum di Bekasi meyakini bahwa danau itu angker dan mempunyai penunggu berwujud buaya putih. Begini cerita warga.
0
Beli Migor Pakai PeduliLindugi Dinilai Sulitkan Rakyat
Masyarakat kelas menengah ke bawah dan tidak semua masyarakat mempunyai android. Dia juga mempertanyakan, mengapa orang susah dibikin susah.