Aksi Ganti Presiden Dilarang, Hajenang: Kami Tidak Makar

Kupang melarang gerakan 2019 ganti presiden. Yang dilarang menyebut pihaknya tidak makar.
Massa Aliansi Masyarakat Pengawal Demokrasi (AMPD) melakukan aksi menolak deklarasi 2019 ganti Presiden di bundaran Saronde, Kota Gorontalo, Gorontalo, Senin (3/9/2018). Penolakan dilakukan karena deklarasi tersebut dianggap dapat memecah-belah anak bangsa dalam momentum pemilihan Presiden pada 2019. (Foto: Antara/Adiwinata Solihin)

Kupang, (Tagar 4/9/2018) - Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Nusa Tenggara Timur Sisilia Sona menegaskan, gerakan 2019 ganti presiden sudah resmi dinyatakan sebagai kegiatan yang dilarang.

"Jika ada organisasi massa yang hendak melakukan gerakan 2019 ganti presiden maka akan berhadapan dengan aparat keamanan," katanya di Kupang, Selasa (4/9) dilansir Antara.

Ia mengatakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah menyatakan bahwa gerakan ganti presiden 2019 resmi dilarang, sehingga tidak boleh ada aktivitas di NTT.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan rencana Presidium Gerakan 2019 ganti presiden Hajenang yang akan menggelar gerakan tersebut di Manggarai Barat, Pulau Flores pada 10 November 2018 sebagai wahana pendidikan politik buat rakyat.

Presidium Gerakan 2019 ganti presiden Wilayah NTT, Hajenang berencana akan menggelar gerakan tersebut pada 10 November 2018 di Marombok, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Hajenang sebelumnya sempat mengajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kupang, dan seorang pengacara. Namun, saat ini dilaporkan sudah tidak mengajar lagi di universitas swasta tersebut.

"Kami juga akan segera berkoordinasi dengan pihak Universitas Muhammadiyah Kupang untuk menggali informasi lebih dalam mengenai rencana kegiatan tersebut," katanya.

Ketua Presidium Gerakan 2019 ganti presiden Wilayah Nusa Tenggara Timur, Hajenang mengatakan, gerakan yang dilakukan tersebut lebih kepada pendidikan politik.

"Gerakan yang saya bangun adalah lebih ke pendidikan politik. Supaya masyarakat jangan salah tafsir tentang gerakan 2019 ganti presiden," kata Hajenang dalam wawancara Senin (3/9).

Dia mengatakan, kegiatan ini bukan makar, bukan pula anti UUD 1945 dan Pancasila tetapi lebih pada pendidikan politik. Namun, para netizen menolak dengan keras kegiatan tersebut dengan apa pun alasannya.

Motivasi

Ketika ditanya soal motivasinya, Hajenang mengatakan gerakannya juga hanya bersifat dialogis untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, tentang demokrasi, hukum, dan politik terkait tagar 2019 ganti presiden.

Dia menegaskan, kegiatan deklarasi ini lebih fokus kepada dialogis tentang kebijakan-kebijakan strategis bangsa yang selama ini belum menjawab kebutuhan rakyat itu sendiri.

"Tidak ada kampanye di jalanan lalu teriak-teriak dan mencela atau memfitnah tokoh-tokoh penting di republik ini tanpa dasar argumen yang jelas," katanya.

Menurut Hajenang gerakan yang akan dilakukan ini tidak berada dibawah 'underbow' siapa-siapa tetapi lebih kepada keinginan demokrasi. 

Kegiatan ini pula bukan untuk kampanye mengubah sistem presidensil di Indonesia karena rumusan ini sudah baku, tidak juga menyinggung siapa-siapa, agama, ras, atau golongan tertentu, katanya. 

Sehari sebelumnya Rektor Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK), Zainal Wula menegaskan, perguruan tinggi itu tidak pernah menginisiasi gerakan ganti presiden 2019.

"UMK tidak pernah menginisiasi gerakan ganti presiden 2019. Kalau ada dosen yang berencana menggelar gerakan ganti presiden, merupakan aktivitas pribadi, dan bukan atas nama lembaga UMK," kata Zainal Wula di Kupang.

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan rencana menggelar gerakan ganti presiden 2018 pada di Manggarai Barat pada 10 November 2018 dan peran UMK.

Presidium Gerakan 2019 ganti presiden Wilayah NTT, Hajenang berencana akan menggelar gerakan tersebut pada 10 November 2018 di Marombok, Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Hajenang adalah dosen Universitas Muhammadiyah Kupang dan juga seorang pengacara.

Menurut Rektor UMK, kegiatan tersebut bukan atas inisiasi lembaga UMK, dan siapa pun, apakah itu dosen atau mahasiswa yang melakukan aktivitas politik di luar kampus sama sekali tidak ada hubungan dengan UMK.

"Kami juga sudah ada larangan keras dari lembaga UMK kepada seluruh pengajar. Bukan hanya melakukan kegiatan gerakan ganti presiden, tetapi semua aktivitas politik tidak dibolehkan," katanya.

Karena itu, dia menyayangkan jika benar ada staf pengajar yang melakukan aktivitas politik di luar kampus.

Dia menambahkan, UMK segera menggelar rapat untuk menyikapi masalah ini. []

Berita terkait
0
Kapolri: Sinergitas TNI-Polri Harga Mati Wujudkan Indonesia Emas 2045
Kapolri menekankan penguatan sinergitas TNI-Polri menjadi salah satu kunci utama dalam menyukseskan dan mewujudkan visi Indonesia Emas.