Aksi Deklarasi #2019GantiPresiden, Kampanye Atau Bukan?

Aksi deklarasi #2019GantiPresiden lagi-lagi menuai ricuh. Kali ini, terjadi saat sekelompok massa menggelar aksi deklarasi di Surabaya, Minggu (26/8). Apakah aksi deklarasi #2019GantiPresiden, kegiatan kampanye?
Komunitas Pemuda Sayang Indonesia (KPSI) yang mengklaim gabungan sejumlah organisasi kepemudaan di Yogyakarta menggelar aksi simpati di bundaran UGM Yogyakarta, Senin 23/4/2018. (Foto: Ridwan Anshori)

Jakarta, (Tagar 28/8/2018) - Aksi deklarasi #2019GantiPresiden lagi-lagi menuai ricuh. Kali ini, terjadi saat sekelompok massa menggelar aksi deklarasi di Surabaya, Minggu (26/8).

Awalnya, aksi deklarasi #2019GantiPresiden di Tugu Pahlawan Surabaya dibubarkan Polda Jatim sebab tidak ada izin untuk digelarnya aksi. Kemudian massa bergerak ke Jalan Indrapura, dan saat di depan Gedung DPRD Jatim sekelompok massa lain menolak aksi tersebut.

Bahkan, salah satu musisi Indonesia, Ahmad Dhani ikut dihadang massa yang menolak deklarasi tersebut.

"Kalau kamu memang laki-laki ayo Ahmad Dhani keluar, kita diskusi, jangan hanya membuat provokasi di Surabaya," ujar Ketua Gerakan Rakyat Surabaya, Mat Mohtar, dalam orasinya.

Kader Gerindra itu pun membuat video dan berbicara bahwa hotelnya sedang dikepung oleh kelompok massa yang menolak deklarasi ganti presiden 2019.

"Mereka itu membela penguasa. Ini lucu, saya musisi yang tidak punya backing polisi didemo," tutur Dhani.

Bawaslu: Bukan Kampanye

Polisi Bubarkan AksiPolisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (26/8). Polisi membubarkan dua kelompok massa tersebut karena tidak berijin. (Foto: Ant/Didik Suhartono)
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkapkan tidak ada kewenangan dari Bawaslu terkait aksi deklarasi #2019GantiPresiden.

"Bawaslu tidak punya kewenangan mengatur tentang larangan itu," ucap Anggota Bawaslu Divisi Penindakan Ratna Dewi Pettalolo saat dihubungi Tagar News, di Jakarta, Selasa (28/8).

Pasalnya, aksi tersebut masuk dalam tahapan Pemilu. Aturan boleh atau tidaknya aksi, diatur dalam undang-undang, bukan diatur oleh Bawaslu.

"Karena pengaturan tentang pembolehan atau larangan dalam tahapan Pemilu itu, diatur dalam undang-undang," sambungnya.

Dewi menegaskan, aksi deklarasi #2019GantiPresiden tidak dapat dikatergorikan sebagai kampanye. Meski aksi deklarasi #2019GantiPresiden melibatkan sekelompok massa yang mendukung salah satu pasangan calon bahkan melibatkan kadernya.

"Bukan. Karena definisi kampanye itu aktifitas yang dilakukan oleh calon atau paslon dan atau tim kampanye. Nah, sampai saat ini belum ada calon atau paslon," tukas Dewi.

Perludem: Kampanye

Pasangan Capres-CawapresWarga mengenakan topeng pasangan Capres Cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat melakukan aksi di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Jumat (10/8/2018). Aksi tersebut sebagai bentuk suka cita dan dukungan masyarakat kepada kedua pasangan Capres-Cawapres yang akan maju pada Pilpres 2019 serta berharap pilihan Presiden 2019 berjalan dengan aman dan damai. (Foto: Ant/Mohammad Ayudha)


Lain hal dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Direktur Eksekutif Titi Anggraini menilai, deklarasi #2019GantiPresiden maupun dukung presiden dua periode, sebetulnya sudah masuk dalam kegiatan kampanye.

"Aktivitas #2019GantiPresiden dan dukung presiden dua periode pada dasarnya sudah merupakan kegiatan kampanye," ujar Titi saat dihubungi Tagar News, di Jakarta, Selasa (28/8).

Namun, memang, berbagai aksi tersebut belum mampu dijangkau oleh aturan, karena belum ditetapkannya pasangan calon presiden dengan wakil presiden untuk Pilpres 2019.

"Hanya saja aktifitas itu belum mampu dijangkau oleh aturan perundang-undangan kita, mengingat sampai saat ini belum ditetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," lanjut Titi.

Menurut Titi, seharusnya Bawaslu maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang lebih kooperatif. Agar waktu kampanye benar-benar dilaksanakan pada 23 Maret 2018 mendatang.

Benturan-benturan antarmassa dengan berbagai kegiatan politik pun bisa dihindari. Karena, selama ini aturan aktivitas politik berada di luar jangkauan penyelenggara. Publik pun tidak bisa meminta pertanggungjawaban dari kegiatan tersebut, berkaitan dengan aliran dana dan perputaran uang di dalamnya.

"Kenapa ada benturan dan intimidasi antar kelompok? Ini disebabkan karena aktivitas yang merupakan kegiatan politik demi kepentingan elektoral tersebut terbiarkan tanpa aturan main yang jelas dan berada di luar jangkauan penyelenggara pemilu," kata Titi. []

Berita terkait