Ahok Gugat Peran Komisaris Sebagai Tukang Stempel BUMN

Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, gugat peran komisaris yang hanya sebagai ‘tukang stempel’ atau selalu setuju terhadap kebijakan direksi
Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok di sebuah SPBU di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, selfie bersama warga, 23 Desember 2019 (Foto: twitter.com/basuki_btp).

Kalau saja kritik Basuki Tjahaja Purnama (BTP), yang juga dikenal luas dengan panggilan Ahok, yang dilontarkan terkait dengan manajemen Pertamina disikapi dengan nalar tentulah akan muncul pikiran yang jernih. Dalam KBBI nalar disebut sebagai aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis; jangkauan pikir; kekuatan pikir.

Itu artinya kritik Ahok dilihat tanpa dikaitkan dengan pribadi Ahok dari berbagai aspek, terutama SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Soalnya, selama ini SARA dijadikan ‘senjata’ dan ‘amunisi’ kalangan tertentu untuk menyerang pribadi pejabat publik. Padahal, Indonesia menganut paham Bhinneka Tunggal Ika yang tidak membedakan warga berdasarkan SARA.

Sudah jadi rahasia umum selama ini jarang, bahkan bisa disebut tidak pernah, ada dewan komisaris sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melontarkan kritik ke ‘induk semang’-nya. Jika ditarik mundur ke era Orde Baru hal itu disebut sebagai tukang stempel artinya dewan komisaris selalu dan akan selalu menyetujui kebijakan dan langkah dewan direksi.

Ketika ada wacana Ahok akan masuk ke Pertamina berbagai aksi penolakan, bahkan dengan membawa-bawa SARA segala. Tidak kurang dari organisasi karyawan Pertamina pun angkat bicara dengan menyebut Ahok tidak mengetahui dunia perminyakan.

Pertanyaan yang sangat mendasar untuk organisasi karyawan itu adalah: Apakah semua direksi dan komisaris BUMN yang mereka duduki mengetahui semua aspek di BUMN tersebut?

Tentu saja tidak karena ada jabatan politis di sana. Bahkan, juga sebagai bagian dari imbalan untuk dukungan yang diberikan. Seperti yang dikatakan oleh Ahok direksi dan komisaris BUMN rata-rata titipan kementerian terkait. Hal inilah yang pura-pura tidak dipahami oleh organisasi karyawan yang menentang Ahok. Tentu saja hal itu menimbulkan tanda tanya besar: Penolakan terhadap Ahok murni suara karyawan atau titipan? Hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Ahok pun ditunjuk secara resmi jadi Komisaris Utama Pertamina, 25 November 2019, oleh Menteri BUMN, Erick Tohir, melalui rapat pemegang saham. Gelombang protes tetap saja muncul dan yang sangat disayangkan adalah protes dibalut dan dibumbui dengan aspek-aspek di luar manajemen.

Maka, ketika Ahok sebagai ‘pelindung’ di sebuah perusahaan BUMN membuka aib ‘induk semang’-nya banyak kalangan yang bereaksi dengan berbagai argumen tapi mengabaikan fakta empiris yang diungkapkan Ahok.

Kalau memang fakta yang diungkapkan Ahok tidak benar, sebaiknya Pertamina dan Kementerian BUMN melaporkan Ahok ke Bareskrim Polri dengan tuduhan menyebarkan informasi bohong (hoaks). 

Begitu juga dengan orang, kalangan, organisasi, lembaga dan lain-lain yang menyerang Ahok di media adalah jauh lebih arif dan bijaksana menempuh jalur hukum daripada mengumbar komentar yang justru tidak menyentuh akar persoalan yang diungkapkan Ahok.

Sebaliknya, kalau fakta yang diungkapkan Ahok benar adanya, maka jadikanlah hal itu sebagai kritik untuk memperbaiki kondisi dan kinerja perusahaan BUMN tersebut. Kritik Ahok juga bisa jadi cermin bagi dewan komisaris di BUMN lain.

Tampaknya, ‘rahasia dapur’ yang diungkapkan Ahok bak suara nyaring klakson di suasana yang selama ini adem-ayem di lingkungan perusahaan BUMN. Klakson Ahok mengangetkan karena menyuarakan sesuatu yang selama ini tidak pernah muncul ke permukaan.

Lihat saja kritik Ahok tentang pergantian dan pengangkatan direksi di Pertamina yang tidak diberitahu ke komisaris. Rupanya, seperti dikatakan Ahok, direksi langsung lobi ke menteri terkait dengan pergantian posisi atau jabatan direksi. Tentu saja ini menjengkelkan (Ahok) karena sebagai komisaris utama dia tidak mengetahui latar belakang dan alasan penempatan direksi tersebut.

Ahok akan mengubah sistem pergantian dan pengangkatan direksi yaitu melalui jalur lelang terbuka. Ini tentu saja angin baru bagi kalangan profesional yang tidak bisa masuk ke jajaran direksi BUMN karena hegemoni (KBBI: pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan) yang dibangun dengan balutan politis (dari berbagai sumber). (Disclaimer: Artikel ini tidak terkait dengan dukung-mendukung dan sebagai relawan karena murni sebagai tulisan dengan pijakan jurnalistik). []

Berita terkait
Soal Pertamina, Pengamat: Ahok Harus Lebih Hati-Hati
Pengamat Ekonomi Indef Abra El Talattof mengingatkan agar Ahok lebih berhati-hati menyampaikan pandangannya terkait kebobrokan Pertamina.
Polemik Ahok di Pertamina Membebani Presiden Jokowi
Irma Suryani Chaniago menilai polemik gaduh yang dituai Ahok di Pertamina membebani Presiden Joko Widodo.
Ahok Bongkar Besaran Utang Pertamina
Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok bongkar kebiasaan dan besaran hutang yang dimiliki Pertamina.
0
Anak Elon Musk Mau Mengganti Nama
Anak CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, telah mengajukan permintaan untuk mengubah namanya sesuai dengan identitas gender barunya