Ahmad Dhani: DPR yang Bisa Ubah Pancasila, Bukan HTI

Ahmad Dhani tidak percaya organisasi transnasional pengusung sistem khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggeser Pancasila menjadi khilafah.
Ahmad Dhani (tengah) di kediamannya di Jakarta Selatan selepas keluar dari LP Cipinang, Jakarta Timur, Senin 30 Desember 2019. (Foto: Tagar/R Fatan)

Jakarta - Musisi Dhani Ahmad Prasetyo tidak percaya organisasi transnasional pengusung sistem khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dapat menggeser Pancasila dari dasar negara. Pasalnya, kata simpatisan Partai Gerindra ini, HTI berada di luar lembaga negara pemegang kebijakan politik.

"Bagaimana caranya HTI mengganti Pancasila? Mereka tidak ada di parlemen. Yang bisa merubah Pancasila yang ada di DPR RI. Jadi kalau HTI (dianggap) ingin merubah Pancasila ya itu utopia, tidak akan pernah terjadi," kata pria yang akrab disapa Ahmad Dhani ini ketika berbicara dalam podcast Deddy Corbuzer, Jakarta, Kamis, 9 Juli 2020.

Ini juga yang membuat pentolan Dewa 19 ini terjun ke dunia politik. Baginya jargon 'musik dapat merubah dunia' hanya angan-angan.

"Jhon Lenon juga nggak bisa merubah pemerintahan Amerika dengan demo-demonya," ucapnya. "Kamu harus masuk ke politik praktis untuk merubah segalanya."

Kalau HTI (dianggap) ingin merubah Pancasila ya itu utopia

Pada 2016, Dhani mengambil tiket maju sebagai calon wakil Bekasi mendampingi Sa’duddin. Ia bertarung di Pilkada Bekasi melalui kendaraan politik Gerindra dan PKS. Tapi akhirnya ia kalah oleh petahana.

Pada Pemilihan Presiden 2019, Dhani mendukung pasangan calon Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Namun pasangan ini pun kalah oleh kandidat lainnya, Jokowi - Ma'ruf Amien.

Beruntung istrinya, Mulan Jameela, berhasil lolos ke Senayan. Lewat Gerindra, mantan vokalis Ratu ini mendapatkan kursi di DPR RI mewakili Jawa Barat IX.

"Tapi dia masih anak baru," kata Dhani. Ia menepis istrinya mampu dengan cepat memberikan agin segar perubahan di negara ini meskipun duduk di parlemen. 

Baca juga:

KIni wacana Pancasila kembali menyedot perhatian publik. Bukan karena HTI, tapi DPR menginisiasi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). 

Sebagian masyarakat dan sejumlah ormas Islam seperti Muhammadiyah menolak RUU HIP. Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai NasDem Willy Aditya mengatakan RUU HIP tidak bisa langsung dikeluarkan dari Prolegnas prioritas 2020. 

Ia mengatakan, DPR telah mengirimkan surat dan RUU HIP ke Istana. DPR menanti surat presiden dan mengatakan nasib pembahasan RUU HIP kini berada di tangan pemerintah. 

Dia bilang Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly sudah menjelaskan bahwa pemerintah punya waktu 60 hari kerja setelah DPR mengirimkan RUU HIP. Menurut Willy, sebelum batas waktu itu, pemerintah akan mengeluarkan Surat Presiden (surpres), isinya bisa membatalkan atau menindaklanjuti RUU HIP. 

Sedang Presiden Jokowi ingin Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) punya payung hukum berupa Undang-Undang. Menurutnya, Peraturan Presiden (Perpres) tak cukup menjadi dasar oprasional BPIP

"Pancasila dalam pelaksanaan, sosialisasi, membumikan, pembinaannya, tidak cukup kalau hanya diberi payung peraturan presiden. Tadi beliau menyampaikan langsung seperti itu. Beliau bahkan menyampaikan sangat riskan kalau lembaga yang memiliki tugas untuk melakukan pembinaan Pancasila hanya berpayung Perpres," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo usai membahas nasib RUU HIP bersama Jokowi di Istana Bogor, Rabu, 8 Juli 2020.[] 

Berita terkait
Bahas RUU HIP, Jokowi Ingin BPIP Berpayung UU
Bagi Jokowi, membumikan Pancasila melalui BPIP tidak cukup dengan payung peraturan presiden.
Novel Bamukmin: Rumah Sakit Tanpa Kelas Pertanda PKI
Novel Bamukmin mencium tanda-tanda kebangkitan PKI di Indonesia. Rumah Sakit tanpa kelas, salah satu tandanya.
PDI Perjuangan Inisiator Pembahasan RUU HIP
PDI Perjuangan berada di balik munculnya pembahasan RUU HIP. Rasa Orde Lama pun dinilai mewarnai RUU yang mengundang polemik ini.