Tangerang - Muhammad Sadli Saleh, 33 tahun, wartawan liputanpersada.com yang dipenjara karena mengkritik kebijakan Bupati Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), Samahuddin, patut direspon serius sebagai suatu ancaman bagi kebebasan pers dan demokrasi.
Adian Napitupulu, anggota DPR, menilai tidaklah tepat bila ada keberatan atas isi suatu karya jurnalistik, pihak yang keberatan yaitu Bupati Buton Tengah, langsung melaporkan pidana ke polisi memakai UU ITE. Sepanjang isinya memenuhi prinsip jurnalistik, mestinya sesuai UU Pers. Pihak yang keberatan bisa tempuh mekanisme berjenjang, dengan membuat hak jawab, hak koreksi, atau lapor ke Dewan Pers yang berhak menilai suatu karya jurnalistik. Atau tempuh proses perdata.
"Bila dalam kasus Sadli proses itu tidak ditempuh lebih dahulu, ini bentuk kriminalisasi jurnalis. Kami mengecamnya," Ujar Adian melalui siaran pers.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menambahkan, polisi sebagai penerima laporan, mestinya menganjurkan pada pelapor, untuk lebih dulu tempuh proses sesuai UU Pers saat menerima laporan pengaduan, sebelum memproses lebih jauh.
"Kapolri dan semua Kapolda mestinya aktif menyosialisasikan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kapolri dan Dewan Pers ke jajarannya, terkait tahapan penyelesaian sengketa Pers," kata Adian.
Tak hanya itu, Adian juga mengecam keras tindakan pemecatan sepihak pada istri Sadli Saleh, Siti Marfuah, yang bekerja sebagai staf honorer sejak tahun 2015 di Sekretaris Dewan (Sekwan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buton Tengah, hanya karena dikaitkan dengan pekerjaan suaminya.
"Tak ada kaitannya tindakan wartawan Sadli dengan pekerjaan istrinya. Ini tindakan tak manusiawi. Apalagi anaknya masih bayi. Kementerian dan lembaga masyarakat sipil terkait mesti sikapi serius ini," ucap Sekjen PENA 98.
Diketahui, Sadli dijebloskan ke penjara karena mengkritik pemerintah Buton melalui tulisannya di liputanpersada.com dengan judul ABRACADABRA: Simpang Lima Labungkari di Sulap Menjadi Simpang Empat.
Sadli mengunggah tulisannya tersebut di media sosial WhatsApp dan Facebook setelah terbit dari portal berita online liputanpersada.com.
Tulisan Sadli menyebutkan Kabupaten Labungkari akan membangun ikonik dalam waktu dekat dengan anggaran uang negara sebesar Rp 6,8 miliar dengan proses persetujuan yang sangat cepat tanpa ada kajian dan perencanaan yang matang. Sadli membandingkan dengan proyek di desa, pembangunan yang nilainya hanya Rp 200 juta saja melalui tahapan atau proses yang panjang. []