9 Tersangka Pemberontak Komunis Filipina Tewas

Komisi HAM Filipina selidiki aksi polisi yang tewaskan sembilan pemberontak komunis, Duterte minta aparat abaikan hak asasi
Presiden Duterte meminta aparat keamanan abaikan HAM saat menumpas pemberontak (Foto: bbc.com/indonesia – Reuters)

Manila – Komisi Independen Hak Asasi Manusia di Filipina mengatakan telah memulai investigasi tewasnya sembilan orang yang diduga pemberontak komunis di tangan polisi.

Pernyataan yang dikeluarkan lembaga pemantau HAM, hari Senin, 8 Maret 2021, menyebutkan mereka mengecam cara-cara kekerasan untuk menggulingkan pemerintah, namun respons aparat dalam menghadapi kelompok ini tetap harus menghormati prinsip hak asasi manusia.

Tindakan polisi yang menewaskan sembilan tersangka pemberontak komunis hari Minggu, 7 Maret 2021, dilakukan dua hari setelah Presiden Rodrigo Duterte memerintahkan aparat keamanan untuk membunuh pemberontak dan mengabaikan hak asasi manusia.

Upaya kelompok komunis untuk merebut pemerintah di Filipina sudah dilakukan selama lebih dari 50 tahun.

Sebelumnya, sejumlah kelompok hak asasi manusia mendesak pemerintah menyelidiki kematian sembilan orang dan penangkapan empat orang lainnya dalam rangkaian aksi yang digelar kepolisian, pada Minggu, 7 Maret 2021. Seorang politisi menyebut operasi tersebut "banjir darah".

polisi filipinaIlustrasi: Polisi dan tentara mengambil posisi saat mereka terlibat dengan kelompok Abu Sayyaf di Desa Napo, Kota Inabanga, Provinsi Bohol, di Filipina tengah pada 11 April 2017. (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Rentetan kejadian ini berlangsung setelah Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menyeru kepada kepolisian dan militer untuk "menghabisi" pemberontak komunis dan mengabaikan hak asasi manusia.

1. Penghasutan Aksi Kekerasan Semakin Marak di Filipina

Belum jelas apakah mereka yang tewas dalam rentetan aksi aparat merupakan pemberontak bersenjata atau aktivis sayap kiri.

Menurut sejumlah kelompok aktivis, di antara sembilan jenazah terdapat seorang pegiat lingkungan serta koordinator kelompok kiri, Bagong Alyansang Makabayan.

Lembaga Human Rights Watch mengatakan aparat tidak lagi membeda-bedakan antara pemberontak bersenjata dan aktivis.

"Rangkaian razia ini tampak menjadi bagian dari rencana terkoordinasi aparat dalam menggerebek, menangkap, atau bahkan membunuh para aktivis di rumah dan kantor mereka," kata Deputi Direktur Human Rights Watch di Asia, Phil Robertson.

Insiden-insiden ini, menurutnya, "jelas bagian dari kampanye perlawanan balik pemerintah yang kian brutal".

"Masalah mendasarnya adalah kampanye ini tidak lagi membedakan antara pemberontak bersenjata, aktitivis nonkombatan, pemimpin buruh, dan pembela hak-hak," cetusnya sebagaimana dikutip Kantor Berita Reuters.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam laporannya menyebutkan bahwa "mencap merah" atau melabeli orang dan kelompok sebagai komunis atau teroris, serta penghasutan aksi kekerasan semakin marak di Filipina.

"Pemerintah Filipina harus bertindak sekarang untuk menyelidiki penggunaan kekerasan mematikan dalam operasi ini, menghentikan kekisruhan, dan pembunuhan yang sejalan dengan praktik label merah," kata Robertson.

2. Apa Kata Duterte?

Presiden Rodrigo Duterte, dalam pernyataannya pada Jumat, 5 Maret 2021, memerintahkan polisi dan militer "menghabisi" dan "membunuh" semua pemberontak komunis di Filipina.

"Saya telah memerintahkan kepada militer dan polisi, jika mereka kontak senjata dengan pemberontak komunis, bunuh mereka, pastikan Anda membunuh mereka, dan menghabisi mereka jika mereka hidup," kata Duterte.

warga filipinaIlustrasi: Warga Filipina memakai masker dan pelindung wajah untuk melindungi dari infeksi (Covid-19) di sebuah pasar di Manila, Filipina, 3 Desember 2020 (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

"Hanya saya pastikan jenazah mereka dikembalikan ke keluarga masing-masing."

"Lupakan hak asasi manusia. Itu perintah saya. Saya bersedia masuk penjara, itu bukan masalah," seru Duterte dalam bahasa Visaya.

3. Bagaimana Reaksi Berbagai Kalangan?

Sekretaris Jenderal Lembaga HAM Filipina, Cristina Palabay, mengecam aksi aparat.

"Tiada yang lebih cocok dari sebutan 'Minggu Berdarah'," kata Palabay.

Letnan Jenderal Antonio Parlade selaku ketua satuan tugas antipemberontakan mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pihaknya melakukan "operasi penegakan hukum yang sah" dan aparat bertindak menggunakan surat penggeledahan untuk mencari senjata api dan bahan peledak.

"Seperti biasa, kelompok-kelompok ini begtu cepat berasumsi bahwa mereka [yang tewas] adalah para aktivis dan mereka dibunuh. Jika motifnya membunuh, seharusnya mereka semua tewas. Namun, ada pula mereka yang tidak melawan saat ditangkap sehingga mereka ditahan," kata Parlade (bbc.com/indonesia). []

Berita terkait
Filipina Tangkap 9 Perempuan Calon Pelaku Bom Bunuh Diri
Pasukan Filipina tangkap sembilan perempuan yang terkait dengan kelompok militan Abu Sayyaf dicurigai merupakan calon pelaku bom bunuh diri