8 Cara Berpikir Orang Depresi dan Distimia

Distimia atau yang disebut juga gangguan depresi persisten merupakan bentuk depresi kronis jangka panjang. Berikut cara berfikir mereka.
Ilustrasi - Depresi dan Distimia. (Foto: Tagar/Unsplash)

Jakarta - Distimia atau yang disebut juga gangguan depresi persisten merupakan bentuk depresi kronis jangka panjang. Orang yang mengalami distimia mungkin akan kehilangan minat untuk menjalani aktivitasnya sehari-hari, merasa putus asa, kurang produktif, dan rendah diri. 

Orang yang mengalami gangguan depresi persisten atau distimia sulit untuk merasa senang, bahkan pada saat-saat bahagia sekalipun. Pengidap digambarkan memiliki kepribadian yang suram, terus menerus mengeluh dan tidak mampu bersenang-senang.  

Nah, untuk Anda hidup di lingkungan orang seperti ini, Anda harus mengetahui cara berpikir mereka terlebih dahulu. Bersarkan buku karangan Baek Se Hee yang berjudul “I Want To Die, but I Want To Eat Tteokpokki” pada pengantar dijelaskan 8 cara berpikir orang-orang yang sedang hidup dalam depresi dan distimia. 


1. Black and White Thinking

Pada keadaan ini, seseorang cenderung untuk melihat segala sesuatu sebagai 100 % hitam dan 100% Putih, tidak ada abu abu dan tidak ada warna lain. Pemikiran ini cenderung terpolarisasi dalam keadaan depresi.


2. Overgeneralization

Selanjutnya, orang yang sedang mengalami depresi dalam hidupnya, ia bisa tampak sangat mudah menggeneralisasi keadaan. Satu kejadian buruk dapat dianggap mewakili keseluruhan hidup.

3. Personalization

Seseorang yang menganggap segala sesuatu yang terjadi adalah kesalahannya, ia selau menyalahkan semua yang terjadi di dunia ini karena kesalahannya. 

Contohnya. "teman saya menjauh adalah kesalahan saya atau saya kesepian adalah kesalahan saya, saya gagal adalah kesalahan saya, gempa bumi dan tsunami juga kesalahan saya".


4. Fortune Telling

Dalam keadaan ini, seseorang cenderung membayangkan masa depan, tetapi dalam bayangan buruk. Seperti, masa depan saya pasti akan sia-sia, pekerjaan saya akan digantikan oleh orang lain, di masa depan saya bukan siapa-siapa.


5. Mind Reading

Dalam cara berpikir ini, kita seakan bisa membayangkan isi pikiran orang lain. Ketika orang lain bicara hal yang netral pun dapat kita terjemahkan sebagai “dia pasti kayak gitu karena mau merendahkan saya”, “dia pasti kayak gitu untuk menghina saya”, seakan kita tahu motif orang lain melakukan sesuatu.


6. Emotional Reasoning

Seseorang cenderung menggunakan emosinya sebagai landasan pikir. Kalau saya merasa cemburu artinya “berarti pasangan saya selingkuh, karena saya merasa cemburu”. Saya merasa tertolak dan diabaikan maka artinya “kamu pasti sedang menolak dan mengabaikan saya”.


7. Disqualifying the Positive

Segala peristiwa yang masuk kita persepsikan dengan sudut pandang yang negatif. Kalau ada peristiwa positif yang kita alami, maka itu akan diartikan buruk.


8. Ambivalensi

Melatarbelakangi itu semua, bisa saja ada pikiran yang saling berkontradiksi yang keduanya sama - sama dirasakan. Seperti, bisa saja saya ingin mengakhiri hidup dan di saat yang bersamaan saya juga ingin hidup. Hal yang kontradiktif yang berada dalam persamaan ini dinamakan ambivalensi.

(Putri Fatimah)

Berita terkait
Berbagai Jenis Cuka dan Manfaatnya untuk Kesehatan
Sebaiknya, cuka dikonsumsi dalam porsi kecil atau setelah diencerkan dalam air
Cara Lakukan Detoks Media Sosial Demi Kesehatan Mental
Detoks media sosial adalah penghapusan penggunaan dan konsumsi media sosial secara sadar untuk jangka waktu tertentu. Berikut caranya.
Nutrisi dan Manfaat Kesehatan Susu Oat
Susu oat bebas dari alergen yang ditemukan pada susu jenis lain yang membuatnya lebih unik.
0
PKS Akan Ajukan Uji Materi PT 20%, Ridwan Darmawan: Pasti Ditolak MK
Praktisi Hukum Ridwan Darmawan mengatakan bahwa haqqul yaqiin gugatan tersebut akan di tolak oleh Mahkamah Konstitusi.