7 Dosa Besar UU Cilaka Menurut Pusako Unand

Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (FH-Unand) merilis 7 dosa besar terkait UU Cilaka atau UU Cipta Kerja.
Aparat kepolisian dan TNI bersiaga mengantisipasi demonstrasi terkait UU Cilaka atau UU Cipta Kerja. (Foto: Tagar/Dok Ulfa Musriadi)

Padang - Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (FH-Unand) merilis 7 dosa besar terkait UU Cilaka atau UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin. 

Melalui keterangan tertulis yang diterima tagar, Selasa, 6 Oktober 2020, PUSaKO menilai pengesahan UU Cilaka dilakukan tanpa mengindahkan penolakan maupun mempertimbangan publik. katanya, langkah para pembentuk undang-undang itu melahirkan 7 Dosa Besar. Inilah seven deathly sins UU Cilaka, yaitu:

1. Kekuasaan yang sombong 

Sentralistik Kekuasaan seperti Orde Baru dan Orde Lama. UU Cipta Kerja jauh dari cita-cita reformasi dengan meletakan kekuasaan sangat terpusat pada Pemerintah Pusat melalui pembentukan ratusan Peraturan Pemerintah, terutama dalam hal izin usaha hingga penyelenggaraan penataan ruang.

2. Ketamakan para pebisnis

UU ini hanya memprioritaskan kemudahan bagi investor. Seluruh hal ditentukan Pemerintah Pusat maka pebisnis cukup menggunakan pendekatan kepada pemerintah pusat maka mereka dapat menyelesaikan seluruh urusannya dimana saja di Indonesia. Khas UU Cipta Kerja terkait kemudahan bagi para pemilik modal bisnis yang juga terjadi di negara-negara dunia ketiga.

3. Iri terhadap kuasa Pemerintahan Daerah. 

UU memperlemah kuasa Pemerintah Daerah yang secara konstitusional menjalankan prinsip otonomi seluas-luasnya yang diatur dalam UUD 1945, termasuk izin usaha di daerah, tata ruang Desa (Pasal 48 UU Penataan Ruang dalam UU Cipta Kerja), penentuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecul (Pasal 7C, Pasal 16 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulai-Pulau Kecil dalam UU Cipta Kerja).

4. Rakus 

UU akan menimbulkan ketimpangan keuangan pusat dan daerah. Makin patuh daerah kepada pemerintah pusat berpotensi akan menikmati dibandingkan daerah yang bukan "partai" pemerintah. Seluruh sumber daya alam yang ada penentuan perizinannya melalu Pemerintah Pusat (Seperti Pasal 17A UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). 

Bahkan seluruh bisnis, contoh bisnis di wilayah pesisir, mulai dari garam hingga pariwisata diambil Pemerintah Pusat (Pasal 19 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Izin berusaha bagi masyarakat lokal dan tradisional hanya terkait kebutuhan hidup sehari-hari, hal itu dikecualikan bagi masyarakat hukum adat (Pasal 20 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam UU Cipta Kerja).

5. Nafsu Pemodal Asing. 

Pulau-pulau di Indonesia dapat dikelola melalui Penanaman Modal Asing berdasarkan kepentingan pusat padahal asetnya adalah milik daerah (Pasal 26A UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam UU Cipta Kerja).

6. Kemalasan bertanggungjawab. 

Menghapus tanggungjawab perusahaan pembakar hutan. Kebakaran hutan yang menjadi persoalan setiap tahun akan makin diperparah karena tidak ada lagi sanksi yang dijatuhkan kepada perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran lahan. Padahal United Nation Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) mengisyaratkan kewajiban negara untuk melindungi individu dari pelanggaran HAM oleh pihak ketiga, termasuk bisnis (Pasal 49 UU Kehutanan dalam UU Cipta Kerja).

7. Marah terhadap rakyat yang punya lahan sendiri. 

UU ini menghapus syarat ketentuan tentang syarat pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian. Sehingga dengan alasan demi kepentingan umum maupun kebutuhan investasi, lahan pertanian dapat dialihfungsikan dengan mudah. Hal ini akan menimbulkan lebih banyak konflik agraria akibat perampasan lahan(Pasal 44 UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam UU Cipta Kerja).

"Mempertimbangkan 7 Dosa Besar UU Cilaka tersebut dan serta menyimak potensi dampak kerusakan yang akan menimbulkan permasalahan multidimensi, maka Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Unand dengan tegas menuntut agar UU Cipta Kerja ditarik dan dibatalkan dengan membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) sebagai bentuk pertanggungjawaban presiden yang mengusulkan UU ini," tutup rilis itu.[]

Berita terkait
Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Mata PUKAT UGM Yogyakarta
Omnibus Law RUU Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-Undang pada 5 Oktober 2020 menuai tanggapan banyak pihak. Bagaimana pandangan PUKAT UGM?
Denny Siregar: Gelombang Hoaks Omnibus Law Cipta Kerja
Omnibus Law Cipta Kerja diterjang hoaks yang gelombangnya sangat besar. Narasi ketakutan disebar lewat WA grup, media sosial. Denny Siregar.
Denny Siregar: PKS Tidak Setuju, Artinya Omnibus Law Sudah Benar
PKS adalah kompas paling akurat. Kalau mereka tidak setuju, artinya Omnibus Law sudah benar adanya. PKS membuat terang-benderang. Denny Siregar.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.