Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyayangkan tindakan gegabah Kepolisian RI (Polri) yang mengaku telah melakukan tindakan tegas terukur hingga menewaskan enam (6) warga sipil dari laskar Front Pembela Islam (FPI) di area Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020 lalu.
"Polisi itu bukan tentara yang doktrinnya menyerang dan melumpuhkan musuh," kata Fickar dalam keterangan tertulisnya diterima Tagar, Rabu, 16 Desember 2020.
Pelanggar hukum sekali pun tidak boleh dibunuh tanpa proses hukum, ini extra judicial killing.
Menurut Fickar, polisi konteksnya adalah keamanan. Jadi, kepemilikian atas senjata api pun tidak bisa langsung menembak warga sipil yang dalam kasus ini enam nyawa sudah kadung melayang.
"Tapi harus bertahap, yaitu mengamankan dengan melumpuhkan, menembak peringatan dengan sasaran ke atas, kemudian menembak kaki untuk melemahkan," ucapnya.
Baca juga: Eksekutor Penembak 6 Laskar FPI Bisa Diseret ke Belanda
"Dalam konteks hukum pidana internasional dalam situasi perang yang berdasarkan hukum perang, militer saja tidak diperbolehkan menembak tahanan perang yang tidak bersenjata, apalagi menembaki sipil, tindakan ini dikualifisir sebagai kejahatan perang," ujar dia lagi.
Maka itu, Fickar berpandangan ia rasa sangat perlu keterlibatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menyelidiki peristiwa penembakan enam laskar FPI.
"Agar jelas di dalam masyarakat bahwa penggunaan senjata terhadap masyarakat tidak bisa sembarangan. Pelanggar hukum sekali pun tidak boleh dibunuh tanpa proses hukum, ini extra judicial killing," kata Fickar.
Baca juga: 6 Laskar FPI Tewas Didor, Eksekutor Bisa Diancam Hukuman Mati
Oleh sebab itu, Fickar menyarankan pemerintah perlu membentuk tim pencari fakta untuk mencari kebenaran agar kasus tewasnya 6 anggota FPI bisa terang benderang.
“Soal penembakan 6 orang itu mustinya Presiden Jokowi juga peka, karena yang ditembak itu warga sipil. Jadi seharusnya sebagi negarawan, presiden berinisiatif juga membentuk tim pencari fakta untuk mencari kebenaran,” ujar dia.
Sebelumnya, Tim Pemantauan dan Penyelidikan yang dibentuk Komnas HAM sudah meminta keterangan dari Kapolda Metro Jaya, Jasa Marga, FPI, saksi, keluarga korban, dan masyarakat. Selain itu, tim juga melakukan pemantauan lapangan secara langsung serta memperdalam penyelidikan di tempat kejadian perkara (TKP). []