53 WNI Korban Perusahaan Investasi Palsu Ditahan di Kamboja

KBRI Pnom Penh menghubungi pihak kepolisian Kamboja untuk meminta bantuan pembebasan 53 warga negara Indonesia
Ilustrasi. Seorang biksu Buddha Kamboja mengamati bendera nasionalnya menjelang perayaan Tahun Baru, di Phnom Penh, Kamboja, 4 April 2017. (Foto: voaindonesia.com/AP/Heng Sinith)

TAGAR.id, Jakarta – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Pnom Penh, Kamboja, telah menerima informasi mengenai 53 warga negara Indonesia (WNI) yang dilaporkan menjadi korban penipuan perusaah investasi palsu di Sihanoukvill, Kamboja. Fathiyah Wardah melaporkannya untuk VOA.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Judha Nugraha, kepada VOA, 28 Juli 2022, menjelaskan KBRI di Ibu Kota Pnom Penh telah menerima informasi mengenai 53 warga Indonesia yang dilaporkan menjadi korban penipuan perusahaan investasi palsu.

Segera setelah menerima informasi tersebut, menurut Judha, KBRI Pnom Penh menghubungi pihak kepolisian Kamboja untuk meminta bantuan pembebasan 53 warga Indonesia itu, sekaligus terus menjalin komunikasi dengan warga Indonesia tersebut. Kepolisian Kamboja saat ini sedang melakukan langkah-langkah penanganan.

"Kondisi mereka secara fisik memang sehat namun mereka dalam keadaan tertekan karena mereka tidak boleh meninggalkan tempat mereka bekerja. Kita terus memberikan dukungan," kata Judha.

Judha NugrahaDirektur Perlindungan Warga Negara Indonesia Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, dalam diskusi daring "Hukuman Mati dan Dimensi Kekerasan Berbasis Gender serta Penyiksaan terhadap Perempuan". Senin 18 Oktober 2021. (Foto: voaindonesia.com/Anugrah Andri/Web Screenshot)

Penipuan Lewat Medsos Marak

Maraknya tawaran kerja di Kamboja melalui media sosial memicu terjadinya penipuan. Judha mengatakan 53 warga Indonesia itu tidak mendapat penjelasan secara spesifik jenis pekerjaan yang akan mereka lakoni, atau rincian pekerjaan lain sebelum mereka diberangkatkan dari tanah air. Informasi tawaran bekerja di Kamboja itu mereka peroleh melalui media sosial dengan gaji tinggi tanpa persyaratan yang sulit.

Sebanyak 53 warga Indonesia itu kemudian langsung berangkat ke Kamboja tahun ini tanpa melalui prosedur penempatan pekerja migran sesuai aturan. Setiba di Kamboja, mereka dipaksa untuk bekerja di perusahaan-perusahaan cyber scamming.

Judha mengakui ini bukan kasus pertama warga Indonesia ditipu lewat tawaran bekerja di Kamboja. Tahun lalu, 119 warga Indonesia mengalami penipuan serupa dan semuanya sudah dipulangkan ke Indonesia. Tahun ini, jumlah warga Indonesia yang tertipu tawaran bekerja di Kamboja meningkat menjadi 291 orang, termasuk 53 yang tengah ditangani oleh KBRI Pnom Penh bersama kepolisian setempat. Dari 291 orang Indonesia itu, 133 sudah dipulangkan.

Menurutnya, Kementerian Luar Negeri juga sudah bekerjasama dengan Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia untuk turut menyelidiki kasus penipuan tawaran kerja di Kamboja tersebut, terutama untuk menindak pihak-pihak yang memberangkatkan mereka dari Indonesia.

Fenomena penipuan serupa juga terjadi di Laos, dengan beragam modus, tawaran gaji fantastis, persyaratan kerja ala kadarnya dan pemberangkatan dengan visa kunjungan wisata, bukan visa kerja. Semua dilakukan melalui media sosial.

Wahyu SusiloDirektur Migrant Care, Wahyu Susilo (Foto: voaindonesia.com/Dok Pribadi)

Migrant Care Kembali Serukan Pengawasan Ketat

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menegaskan pemerintah perlu memperkuat pengawasan, termasuk dari tingkat desa, untuk mencegah kasus serupa berulang.

Secara prosedural, katanya, seharusnya ada koordinasi yang lebih baik antara pihak imigrasi, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk memastikan legalitas sebuah proses perekrutan tenaga kerja.

“Imigrasinya kerap tutup mata, dia bilang secara imigrasi berhak untuk ke luar negeri tetapi kan ada dokumen penyertaannya, dia ke luar negeri karena apa? Karena bekerja? Kalau karena bekerja imigrasi harusnya berkoordinasi dengan Kemenaker misalnya benar tidak dia bekerja ke Saudi resmi atau tidak. Nah ini seringkali tidak menjadi pertimbangan” ujar Wahyu. (fw/em)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Indonesia Minta Malaysia Perhatikan Kondisi WNI di Tahanan Imigrasi Sabah
Sepuluh orang meninggal pada 2020, 18 orang meninggal tahun lalu, dan tujuh lainnya pada tahun ini meninggal di tahanan imigrasi Sabah