5 Persoalan Penanganan Covid-19 di Balik New Normal

Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta mencatat lima persoalan mendasar sejak penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Sejak awal Covid-19 masuk ke Indonesia
Ilustrasi New Normal. (Foto: Pixabay/geralt)

Pematangsiantar - Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta mencatat lima persoalan mendasar sejak pemerintah melakukan penanganan virus Corona atau Covid-19. Mengingat sejak awal Covid-19 masuk di Indonesia, belum ada yang bisa dilakukan pemerintah untuk menurunkan statistik jumlah pasien hingga pemutusan rantai penyebaran virus berbahaya tersebut.

Pada poin pertama kata Sukamta, tidak pernah ada kejelasan grand desain penanganan virus Corona. Lantas dia menyebut pemerintah hanya pandai mengeluarkan wacana saja.

"Bahkan setelah masa tanggap darurat berjalan hampir 3 bulan tidak jelas tahapan apa saja yang akan dilakukan selain hanya pandai berwacana soal pelonggaran PSBB dan new normal. Padahal kejelasan tahapan itu penting tidak hanya dalam upaya penanganan pandemi tetapi juga menjadi rujukan bagi dunia pendidikan, dunia usaha, pariwisata dalam memulai kembali aktivitasnya," kata Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta kepada Tagar, Kamis, 28 Mei 2020.

Menurut pengamatannya, persoalan mendasar mengenai penanganan Covid-19 itu ada pada sistem koordinasi. Dia mengaku, sejauh ini tidak jelas garis komando antara Presiden Joko Widodo (Jokowi), kementerian dan gugus tugas, serta pemerintah daerah.

"Presiden berstatemen menagih lagi jajarannya target uji spesimen 10 ribu per hari yang sudah dia pesan beberapa bulan yang lalu. Pesan ini tidak jelas ditujukan kepada siapa, apakah Menteri Kesehatan atau Gugus Tugas atau menagih dirinya sendiri sebagai komando tertinggi," ujarnya.

Poin kedua, politikus PKS itu juga melihat antara Jokowi dengan jajaran pemerintahan lainnya belum bisa menerapkan komunikasi yang baik terkait penanganan virus Corona yang masih mewabah hingga sekarang ini. 

Jadi sangat penting kejujuran pemerintah dalam situasi saat ini.

"Ini semakin menunjukkan selama ini tidak ada koordinasi yang baik di pemerintah pusat. Sementara komunikasi dengan daerah juga seperti dalam soal pengaturan transportasi yang simpang siur. Sudah begitu presiden mengatakan daerah harus mampu mengendalikan penyebaran Covid-19 sebelum menerapkan new normal. Ini kan artinya lempar tanggung jawab," kata dia.

Ketiga, dari pernyataan presiden soal menagih target uji spesimen menunjukkan bahwa selama ini tes Covid-19 masih jauh dari optimal. 

"Karena hanya 2 kali yang bisa lebih dari 10 ribu uji spesimen. Sementara angka-angka yang diumumkan setiap sore oleh Jubir Gugus Tugas tidak memberikan gambaran nyata penyebaran virus. Banyak ahli epidemiologi yang mengkritik soal ini. Ini artinya jika kurva Covid-19 yang tersaji hingga saat ini tidak bisa menjadi rujukan dalam membuat kebijakan pelonggaran karena masih terbatasnya pengujian yang dilakukan," ucap Sukamta.

Poin keempat, masih ada kesenjangan sarana dan prasarana kesehatan di setiap daerah, serta Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan. 

Anggota Komisi I DPR itu menjelaskan Rasio jumlah tempat tidur rumah sakit di tahun 2018 hanya 1 dibanding 1000 penduduk, di Korea Selatan rasio 11 dibanding 1000 penduduk. 

Sementara Presiden meminta Puskemas untuk lebih dilibatkan dalam penanganan Covid-19, namun baru 33 persen yang kondisinya memadai. 

"Ini artinya sarpras (sarana dan prasarana) kesehatan yang ada saat ini tidak memadai untuk menghadapi lonjakan jumlah pasien positif, belum lagi soal ketersediaan APD yang dikeluhkan oleh rumah sakit hingga hari ini," kata dia.

Pada poin terakhir, dia menambahkan pelaksanaan PSBB di berbagai daerah tidak optimal dan banyak pelanggaran terjadi. Hal ini bisa dibaca tingkat kedisiplinan masyarakat masih rendah. 

"Jadi sangat penting kejujuran pemerintah dalam situasi saat ini, seberapa jauh berbagai persoalan mendasar yang kami sebut tadi sudah tertangani dengan baik. Dan kurangi komentar yang bernada meremehkan, sebagaimana pak Menko Polhukam kemarin menyebutkan kematian akibat kecelakaan dan diare lebih banyak dibandingkan Covid-19. Komentar seperti ini bisa mendorong masyarakat menjadi permisif dan akhirnya mengurangi kewaspadaan," ucap Sukamta. []

Berita terkait
New Normal, DPR: Pemerintah Harus Jujur pada Rakyat
Anggota DPR Sukamta meminta pemerintah untuk jujur kepada rakyat Indonesia terkait persoalan pandemi Covid-19.
DPR: New Normal Tidak Signifikan Menolong Ekonomi
Anggota DPR Anis Syarwati menilai rencana pemberlakuan New Normal yang tengah disosialisasikan pemerintah tidak bisa menolong ekonomi Indonesia.
Buruh dan Masyarakat Bingung Soal Istilah New Normal
KSPI dibuat kebingungan dengan sikap pemerintah yang mengeluarkan istilah New Normal dalam kehidupan sehari-hari di tengah pandemi Covid-19.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi