400 Makam dan Pecahan Keramik, Bukti Kerajaan Lamuri Pernah Jadi Pusat Perdagangan di Aceh

“Di tempat penggalian ini kita menemukan bukti kuat bahwa pada abad ke-15 lalu ada suatu perdagangan yang sudah besar di lokasi ini,” kata Mokthar.

Aceh Besar, (Tagar 13/3/2018) – Sejak tahun 2014 lalu di Situs Sejarah Kerajaan Islam Lamuri sudah dilakukan pemetaan dan menemukan sekitar 400 makam. Penelitian dilakukan peneliti arkeologi dari Malaysia dan Aceh.

Selain makam situs sejarah yang berada di kawasan Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, juga ditemukan pecahan keramik dalam lanjutan penelitian tersebut yang sudah berlangsung sejak Sabtu (3/3) lalu.

Direktur Pusat Penyelidikan Arkeologi dari University Sains Malaysia, Prof. Dato’ Dr. Mokthar Saidin kepada Tagar mengatakan penelitian saat ini mencoba mencari bukti lain yang masih banyak belum terungkap.

“Di tempat penggalian (eskavasi) ini kita sudah menemukan bukti kuat bahwa pada abad ke-15 lalu ada suatu perdagangan yang sudah besar di lokasi ini,” kata Mokthar, Selasa (13/3) di lokasi penelitian.

Dikatakannya, dari enam titik lokasi yang dieskavasi, banyak ditemukan pecahan keramik –keramik berasal dari China. Selain itu pecahan keramik juga ditemukan dari berasal dari Vetnam dan Thailand.

“Jadi penemuan ini walaupun hanya baru kita jumpai keramik tapi ini menjadi bukti kuat bahwa di kawasan ini (Lamuri) ada pasar yang begitu besar dulunya,” ungkapnya.

[caption id="attachment_48639" align="aligncenter" width="712"]Peneltian arkeologi Kerajaan Lamuri Salah satu peneliti sedang melakukan Eskavasi dikawasan di Situs Kerajaan Islam Lamuri, Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. (Foto: Fahzian Aldevan)[/caption]

Penelitian yang bekerja sama dengan Unsyiah itu dilakukan selama 16 hari dan akan selesai pada Kamis (15/3) nanti untuk mencari fakta yang baru mengenai Kerajaan Islam Lamuri.

Mokthar Saidin menjelaskan terkait pemilihan lokasi, pihaknya sudah terlebih dahulu melakukan pemetaan jauh sebelum ke lokasi dengan menggabungkan beberapa benda dari atas tanah.

“Tanah ini memiliki banyak bahan yang dibakar melebihi 600 derajat celcius, yang kita prediksikan banyak keramik, dan betul memang ada,” ujarnya.

Sambungnya, di kawasan penggalian itu sejak 14 tahun lalu sudah memiliki perkebunan cabai artinya selepas hilangnya Kejaaan Lamuri kawasan ini dijadikan sebagai tempat pertanian oleh masyarakat setempat.

Mokthar menyebutkan, 50 meter dari kawasan ini adanya makam Kesultanan Raja Sultan Muhammad. Maka menurut hasil yang ia temukan bersama tim adanya kaitan lokasi pemerintahan kerajaan dengan pusat perdagangan tidak jauh.

“Kita belum jumpa lagi kawasan penginapan, kawasan kubur rakyat, kawasan pelabuhan pada abad ke-14, dan terus kita cari untuk melengkapkan kerajaan Lamuri ini,” sebutnya.

Menurutnya Kawasan Lamuri merupakan kerajaan terbesar Islam di Asia Tenggara, maka dari itu ia meminta kepada pemerintah agar menjadikan situs sejarah Lamuri sebagai tempat penelitian arkeologi.

“Situs ini layak dijadikan sebagai Galeri Arkeologi Islam yang menjadikan kebanggaan sendiri bagi rakyat Aceh dan Indonesia karena tidak ada di tempat lain situs sebesar ini, hanya di Lamuri,” katanya.

Penemuan pecahan keramik sepanjang kawasan Lamuri dan makam termasuk benteng sudah membuktikan bahwa Lamuri ini merupakan tempat kerajaan yang begitu besar termasuk sistem perdagangannya.

“Sudah adanya perkumpulan perdagangan Cina, Thailand, Vetnam sejak Kerajaan Lamuri , perdagangan dan pelabuhannya begitu hebat,” katanya.

Sementara itu ketua tim ekskavasi dari Aceh, Dr Husaini Ibrahim mengatakan penggalian ini untuk mencari fakta baru termasuk dari temuan pecahan-pecahan keramik.

“Apakah ada hubungan dengan benda-benda lain, jadi berdasarkan itulah kita mendapatkan fakta -fakta baru, dari benda keramik juga salah satunya,” katanya.

Husaini Ibrahim juga memberikan kesempatan bagi puluhan mahasiswa Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah untuk terjun langsung melihat bagaimana langkah dan cara eskavasi yang dilakukan oleh para arkeologi untuk mencari fakta.

“Mereka diberikan kesempatan termasuk mencari pecahan-pecahan keramik yang ada di lokasi sesuai dengan mata kuliah dasar-dasar arkeologi. Diharapkan mampu menggali ilmu sebanyak mungkin apalagi hadir profesor langsung di lokasi,” katanya.(Fzi)

Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.