TAGAR.id, Jakarta - Kelompok mahasiswa yang tergabung dalam cipayung plus kota Mataram mempertanyakan kehadiran negara dan mengecam penanganan konflik sosial beraromakan SARA di Dusun Ganjar, Desa Mareje.
Seperti diketahui dalam pemberitaan yang tersiar, pada tanggal 3 Mei 2022 telah terjadi pembakaran 6 rumah milik tokoh umat Buddha atas nama Romo Nasip beserta keluarga. 6 rumah beserta 10 kendaraan habis terbakar api, yang hingga saat ini belum ada penetapan pelaku dan aktor intelektual penyerangan.
Lebih lanjut, Tiga Tokoh Ummat Buddha, Romo Nasip, Romo Sikhi dan Romo Resahan, pasca malam peristiwa pembakaran diamankan oleh POLDA NTB dan belum diperbolehkan pulang ke Dusun Ganjar, Desa Mareje, Lombok Barat.
Harusnya kepolisian menahan pelaku pembakaran bukannya menahan korban, pemerintah Lombok Barat juga harus fair dalam melakukan mediasi jangan takut terhadap ancaman-ancaman.
Berdasarkan investigasi cipayung plus kota mataram dilapangan alasan belum diperbolehkannya ketiga tokoh umat Buddha pulang dikarenakan akibat masih adanya larangan dan ancaman dari LSM disalah satu dusun di Desa Mareje berikut ketakutan dari aparat keamanan akan terjadi peristiwa konflik serupa.
Menyikapi persoalan kekinian yang terjadi di Desa Mareje Lombok Barat, kelompok organisasi mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus Kota Mataram turut memberikan pernyataan.
- Baca Juga: Rekomendasi Cipayung Plus untuk Papua
- Baca Juga: Aksi Damai Cipayung Plus Kota Medan, Tolak Politisasi Rumah Ibadah
Adapun organisasi cipayung lingkup Kota Mataram yang dimaksud adalah Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) dan Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMABUDDHI).
Ketua HIKMABUDDHI Mataram, Buyu Handoyo, mempertanyakan penyelesaian konflik yang dilakukan baik oleh pihak keamanan maupun aparat pemerintahan setempat,
"Memang benar bahwa telah dilakukan mediasi lewat pertemuan "gawe rappah", tapi justru tokoh umat Buddha yang rumahnya dibakar beserta dua romo lainnya tidak diikutkan dan justru dilarang pulang," ujar Buyu
Lebih lanjut Sekjend HIKMABUDDHI Mataram, Pramudia Gilang Mahesa, mempertanyakan dan menyikapi tindakan tegas dari kepolisian pada saat awal terjadinya pembakaran.
Berdasarkan laporan umat dilapangan, pada saat kejadian sebelum pembakaran, pihak kepolisian sudah dilapangan namun tidak berani ambil tindakan apapun untuk melarang masa penyerang untuk melakukan pembakaran.
"Lewat fakta-fakta lapangan jelas kami kecewa terhadap pihak keamanan yang gagal dalam mendeteksi potensi konflik dan lemah terhadap kelompok-kelompok yang ingin merongrong kerukunan umat beragama yang sudah terbangun sejak lama di desa Mareje, Lombok Barat," tegas Gilang
Ketua GMKI Mataram, Yansen Iek, juga turut mengecam ketidakberimbangan penegak hukum dan pemerintahan setempat dalam penyelesaian konflik,
"Jelas telah dijamin dalam Konstitusi negara kita, kewajiban negara adalah untuk menjamin Hak untuk hidup warga negara bebas dalam tekanan apapun serta menjamin tegaknya supremasi hukum diatas kepentingan kelompok. Harusnya kepolisian menahan pelaku pembakaran bukannya menahan korban, pemerintah Lombok Barat juga harus fair dalam melakukan mediasi jangan takut terhadap ancaman-ancaman "kelompok pembegal" kerukunan antar umat beragama, kalau negara takut terhadap ancaman kemana lagi warga negara meminta perlindungan?" tegas Yansen
Ketua KMHDI Mataram I Gusti Ayu Ira Apryanthi, menyampaikan bahwa perlu atensi serius Aparatur Penegak Hukum dikarenakan dapat berbuntut panjang dan meluas bila dibiarkan dan tidak ditangani secara serius.
"Alotnya penyelesaian kasus di Desa Mareje menjadi catatan peringatan dan pertanyaan bagaimana integritas, profesionalitas serta ketegasan penegak hukum. Kami menuntut penegak hukum mempercepat penyelesaian konflik ini dengan seadil-adilnya.
- Baca Juga: Ridwan Kamil Menerima Kunjungan Cipayung Plus, Bahas Empat Isu Krusial
- Baca Juga: Teror Bom, Pernyataan Sikap OKP Mahasiswa Cipayung Plus Provinsi Banten
"Agar permasalahan yang sama tidak terjadi di daerah lain," ujar Ira
Senda juga disampaikan Haerul Azmi , Ketua GMNI Kota Mataram, menegaskan akan mengambil langkah aduan kepada Kapolri dan Kemendagri mengingat kelambanan dan ketidakptofesionalan aparatur negara terkait penyelesaian Konflik.
“Intinya ada ketidakseimbangan penanganan dari pihak kepolisian dan pemerintah daerah setempat dalam menangani permasalahan ini. Oleh sebab itu Kami dari GMNI beserta Kawan-kawan okp cipayung plus Kota Mataram yang peduli terhadap permasalahan ancaman keberagaman di NTB, akan segera menyurati Kapolri dan Kemendagri agar segera mengambil alih penyelesaian bila perlu sanksi yang tegas terhadap Kapolda NTB, Kapolres Lombok Barat dan Bupati Lombok Barat yang tidak serius dan fair dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi di Desa Mareje, Lombok Barat," tutup Azmi. []