25 Petambak di Semarang Lawan Pengusaha Properti

Sengketa tanah melibatkan petani tambak di Mangkang Kulon, Kecamatan Tugu dengan pengusaha properti.
Petani tambak Mangkang Kulon, Semarang saat klarifikasi dan mediasi sengketa tanah di Mapolrestabes Semarang, Senin 29 Juli 2019. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang - Sengketa tanah rakyat kecil kontra kalangan berduit terjadi di Semarang, Jawa Tengah. Kali ini melibatkan petani tambak di Mangkang Kulon, Kecamatan Tugu dengan pengusaha properti.

Sebanyak 25 petambak pemilih lahan di pesisir Semarang sisi barat mendesak PT Mitra Makmur Propertindo (MMP) melunasi pembayaran.

"Permintaan kami sebenarnya sederhana, bayar atau jual beli tanah batal," tegas Gundar, salah satu petani tambak pemilik lahan di Mapolrestabes Semarang, Senin 29 Juli 2019.

Kuasa hukum petani tambak Mangkang Kulon Sugiarto menceritakan bermula dari MMP yang hendak membeli sejumlah bidang tanah milik warga guna keperluan bisnisnya.

Pada Oktober 2018 terjadi kesepakatan ke dua belah pihak mencakup soal harga tanah per meter persegi, luasan lahan sesuai dengan pengukuran ulang dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta pembayaran yang dilakukan secara bertahap.

Harga yang disepakati adalah Rp 120.000 per meter persegi dengan batas akhir pembayaran adalah Februari 2019.

"Sebagian warga sudah mendapatkan uang muka atau DP (down payment) berbeda-beda persentasenya, mulai lima persen hingga 20 persen dari total harga jual tanah. Jatuh tempo pelunasan adalah Februari 2019," bebernya.

Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dengan transaksi jual beli tanah di BNI 46 Cabang Undip Pleburan. Seluruh warga pemilih lahan teken kesepakatan yang ada, melepas sertifikat tanah disaksikan notaris. Sebagai gantinya warga menerima pembayaran tanda jadi bagian dari DP awal.

Gundar sendiri mengaku telah menerima pembayaran pada 2018 sebanyak tiga kali, yaitu lima persen pada Oktober, lima persen di November dan 20 persen pada Desember. Namun ternyata hingga jatuh tempo lewat, total penjualan Rp 900 juta atas nilai tanah miliknya belum dilunasi MMP.

Kami sebenarnya keberatan karena yang datang dari kuasa hukum SMJ. Padahal kami para petani transaksinya dengan PT MMP

Bukannya beritikad baik melunasi tunggakan, MMP belum lama ini malah menuduh warga melakukan penipuan. Warga dianggap memberikan informasi tidak benar atas kondisi lahan. Padahal perwakilan MMP sudah kerap melihat kondisi lahan yang mayoritas tanah atau perairan bekas tambak.

"Menuduh warga melakukan penipuan karena sebagian lahan terendam air. Padahal sejak awal mereka sudah melihat semua, tidak ada masalah dan sudah disepakati semuanya. Tetapi akhirnya malah warga yang diancam akan dipidanakan," kata Sugiarto.

"Harusnya Februari dilunasi, tidak dibayar sesuai kesepakatan itu sudah wanprestasi tapi ini malah kami dituduh penipuan. Kami ditekan kalau tidak mau turun harga akan ditindak sebagai pelaku kriminal. Kalau tidak jadi beli ya sudah, dibatalkan saja, saya minta sertifikat saya kembali," timpal Gundar.

Dan ancaman mempidanakan warga tersebut ternyata benar. Pihak kepolisian Semarang memanggil warga untuk klarifikasi dan mediasi penyelesaian sengketa tanah di Mapolrestabes Semarang, Senin 29 Juli 2019.

Hanya saja, pihak MMP tidak hadir dan diwakilkan dengan PT Sumber Mitra Jaya (SMJ), perusahaan lain yang tidak terkait langsung dengan jual beli tanah.

"Kami sebenarnya keberatan karena yang datang dari kuasa hukum SMJ. Padahal kami para petani transaksinya dengan PT MMP, secara subjek hukumnya sudah beda," imbuh Sugiarto.

Kuasa hukum PT SMJ Dwi Heru Wismanto Sidi mengaku tidak mendapatkan mandat apapun dan belum bisa memberikan penjelasan terkait hal ini. Pihaknya meminta untuk dijadwalkan ulang mediasi di waktu mendatang.

Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polrestabes Semarang AKP Ahmad Nurokhim mengatakan dalam mediasi tersebut PT SMJ meminta maaf karena belum siap memberikan jawaban terkait klarifikasi persoalan jual beli tanah warga Mangkang Kulon.

"Ini ada suratnya, SMJ minta dijadwal ulang. Karena pemanggilan ini mendadak hanya dua hari, jadi mereka belum siap. Kami akan kawal terus agar ada win-win solution," tukasnya. []

Baca juga:

Berita terkait