KPK Tangkap Sudiwardono, MA Akan Periksa Atasannya

Dirjen Badan Peradilan Umum Herri Swantoro akan dimintai keterangan MA apakah selaku atasan sudah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Sudiwardono.
OTT KETUA PENGADILAN TINGGI MANADO: Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief (kanan) bersama Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Sunarto (ketiga kiri), Juru Bicara MA Agung Suhadi (kedua kiri), Kabiro Humas KPK Febri Diansyah (kiri) bersiap memberi keterangan kepada wartawan mengenai operasi tangkap tangan KPK di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (7/10). KPK melakukan OTT terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado SDW dan Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Golkar AAM serta tiga orang lainnya atas kasus dugaan suap hakim untuk mengamankan putusan banding vonis Marlina Moha yang merupakan ibu dari AAM. (Foto: Ant/Rosa Panggabean).

Jakarta, (Tagar 7/10/2017) – Dirjen Badan Peradilan Umum Herri Swantoro akan dimintai keterangan Mahkamah Agung (MA) apakah selaku atasan sudah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) Sudiwardono yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK.

"Kami pada Senin (9/10) akan meminta keterangan langsung Dirjen Badan Peradilan Umum terkait materi pembinaan dan pengawasan yang diberikan kepada Ketua PT Sulawesi Utara," kata Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung Sunarto dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu (7/10).

Sunarto menyampaikan hal itu bersama dengan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif, Juru Bicara MA yang juga Ketua Umum Ikatan Hakim Suhadi serta Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah.

KPK menetapkan Ketua PT Sulut Sudiwardono sebagai tersangka penerima suap sebesar 101 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 1 miliar) dari anggota DPR dari Komisi XI Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha untuk mempengaruhi putusan banding perkara kasus korupsi tunjangan penghasilan aparatur pemerintah desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 2010 dengan terdakwa Marlina Moha Siahaan yaitu ibu Aditya, dan agar Marlina tidak ditahan.

Pemeriksaan Dirjen Badan Peradilan Umum itu sesuai dengan Maklumat Ketua Mahkamah Agung RI No 01/Maklumat/KMA/IX/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, aparatur MA serta badan peradilan di bawahnya yang menyatakan bahwa MA akan memberhentikan pimpinan MA atau pimpinan badan peradilan di bawahnya secara berjenjang selaku atasan langsung bila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pemibnaan oleh pimpinan tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.

"Kami menelusuri dari pagi sampai sore dan beberapa informasi dari informan kami di daerah sehingga kami mendapatkan 'power point' ternyata atasan langsung yaitu Dirjen Badan Peradilan Umum telah melakukan pembinaan terhadap pengadilan tingkat banding yang judulnya 'Pengaruh Leadership Terhadap Motivasi Pegawai'. Isinya dirjen telah memberikan materi-materi yang terkait pembinaan dan pengawasan, salah satunya kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan digerakkan dengan keteladanan," tambah Sunarto.

Namun meski pembinaan dan pengawasan sudah dilakukan, menurut Sunarto, MA juga masih perlu meningkatkan pengawasannya.

"Memang perlu dan dari waktu ke waktu akan disempurnakan. Kami sedang menyusun peraturan MA yang dalam waktu dekat akan disahkan yaitu 'mystery shopper' agar ketika turun ke daerah tidak ada yang tahu dan aparatur kami menggunakan penyamaran-penyamaran yang tidak dikenal identitasnya tapi dibarengi surat tugas," ungkap Sunarto.

Suhadi juga mengakui, Dirjen Badan Peradilan Umum sebagai atasan langsung Sudiwardono bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan.

"Tapi dirjen ini juga sudah pontang-panting mengelilingi Indonesia untuk menata kembali Badan Peradilan. Dalam pengawasan eksternal dain internal juga sudah banyak sekali baik dari wartawan, ombdusman serta LSM selain dari badan pengawasn Mahkamah Agung dan juga Komisi Yudisial," kata Suhadi.

Tidak Pernah Lapor Kekayaan

Sementara itu, Sudiwardono yang ditangkap KPK diketahui tidak pernah membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Berdasarkan laman acch.kpk.go.id, Sabtu (7/10), tidak ada LHKPN atas nama Sudiwardono yang pernah diserahkan ke KPK, padahal Sudiwardono sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura, dan terakhir Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Manado.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.

Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia.

Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan nilai harta kekayaan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha berdasarkan pelaporan 30 November 2014 adalah sebesar Rp 3,289 miliar.

Harta itu terdiri atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp 1,585 miliar yang berada di 8 lokasi di kota Kotamobagu dan 2 lokasi di kabupaten Minahasa.

Alat transportasi senilai Rp 879,5 juta yang terdiri atas mobil merek Suzuki APV, motor merek Suzuki Satria, mobil merek Honda Accord dan mobil Honda CRV. Aditya juga tercatat memiliki usaha PT Radio Suara Monompia senilai Rp200 juta; logam mulia dan benda bergerak lain sejumlah Rp 127 juta; surat berharga senilai Rp200 juta serta giro setara kas lain sejumlah Rp 898,03 juta.

Namun Aditya tercatat masih memiliki utang senilai Rp 600 juta. (ant/yps)

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.