2 Syarat Sebaran Covid-19 di Surabaya Raya Turun

Pakar Epidemiologi Unair mengatakan dua syarat adalah pemerintah bisa mendisiplinkan warga mematuhi protokol kesehatan dan pemberian sanksi tegas.
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya Windhu Purnomo. (Foto: Pemprov Jatim/Tagar/Adi Suprayitno)

Surabaya - Sebaran Covid-19 di wilayah Surabaya Raya mulai menunjukkan penurunan di bawah satu, sejak 17 Juni 2020. Namun, ada dua syarat untuk menurunkan lagi atau bebas dari Covid-19.

Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya dr Windhu Purnomo mengatakan jika dihitung berdasarkan kurva epidemi Rate of Transmission (RT) pada 12-16 Juni 2020 berada di angka satu. Padahal, sebelumnya di atas angka satu, namun seiring perkembangannya, pada 17 Juni RT turun di bawah satu.

Selama ini Perbup Sidoarjo dan Gresik sudah ada sanksi. Hanya Perwali Surabaya tidak ada

"Tanggal 17 Juni kemarin mulai di bawah Satu. Padahal 11 Juni di atas satu, kemudian 12-16 Juni tepat diangka satu dan turun menjadi di bawah satu esok harinya,” ujar Windhu dikonfirmasi Tagar melalui telepon, Senin, 22 Juni 2020.

Windhu optimis jika masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan sampai 30 Juni, maka esoknya yakni 1 Juli mulai bisa menerapkan new normal. Windhu menegaskan, syarat pertama untuk menurunkan sebaran Covid-19 adalah perpanjangan masa transisi di Surabaya Raya hingga 14 hari ke depan.

Hanya saja, perpanjangan masa transisi ini harus dibarengi dengan syarat kedua. Yakni sanksi tegas bagi yang tidak patuh dalam menerapkan protokol kesehatan.

“Selama ini Perbup Sidoarjo dan Gresik sudah ada sanksi. Hanya Perwali Surabaya tidak ada,” kata dia.

Windhu menilai sanksi yang ada selama ini tidak membuat masyarakat jerah, sehingga banyak melanggar protokol kesehatan. Sanksi ini harus dituangkan dalam Perwali Surabaya sehingga masyarakat bisa disiplin dan penularan virus corona di Surabaya dapat dicegah.

"Kedisiplinan dalam mematuhi protokol kesehatan harus sering dikontrol dan dikendalikan. Pemerintah harus tegas melalui pemberian sanksi dituangkan Perwali Surabaya," tuturnya.

Windhu mengaku hal disayangkan adalah attack rate atau angka kasus infeksi rata-rata di Surabaya meningkat 75 persen menjadi 150,7/100.000. Padahal saat PSBB attack rate-nya 90/100.000. Attack rate di Surabaya tertinggi se-Indonesia. Artinya tiap 100 ribu penduduk, 150 orang lebih terinfeksi covid-19.

Sementara attack rate di Sidoarjo 48,7/100.000, Gresik 30,9/100.000 dan Jatim secara keseluruhan 22,3/100.000.

"Semuanya naik pada transisi ini, tapi Surabaya yang paling tajam ," kata dia.

Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mulai menerapkan Perwali nomor 28 tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada kondisi pandemi Covid-19. Namun, pemkot terus melakukan pengawasan bahkan operasi dan razia di berbagai bidang.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya Eddy Christijanto mengatakan penegakan Perwali 28 tahun 2020 terus dilakukan. Salah satunya kepada perorangan yang tidak menggunakan masker. Sebab, hampir 60 persen pelanggar adalah individu tidak menggunakan masker dan tidak jaga jarak.

“Sesuai Perwali pasal 34, Satpol PP diperkenankan melakukan penyitaan KTP kepada para pelanggar, makanya bagi warga yang tidak menggunakan masker pada saat mengemudi, kita hentikan dan dilakukan penyitaan KTP-nya,” kata Eddy.

Penyitaan KTP itu dilakukan selama 14 hari sesuai dengan masa inkubasi dari virus ini. Setelah 14 hari, maka pelanggar bisa mendatangi Markas Satpol PP untuk mengambil KTP-nya kembali sembari menuliskan surat pernyataan bahwa tidak akan mengulangi perbuatannya dan akan mematuhi semua protokol kesehatan yang berlaku.

“Sejak hari pertama penertiban hingga hari ini, sudah ada sekitar 40 KTP yang kami sita. Mereka bisa mengambil KTP itu setelah 14 hari, langsung datang ke kantor sambil membuat surat pernyataan,” kata dia.

Menurut Eddy, bagi warga yang melanggar dan tidak membawa KTP, maka pihaknya melakukan sanksi lain, yaitu diminta Push Up bagi yang muda-muda dan ada pula yang diminta joget. Tujuan utamanya adalah memberikan efek jera.

“Jadi, diharapkan mereka ingat terus pernah dihukum joget karena tidak menggunakan masker, sehingga mereka akan lebih ingat untuk terus menggunakan masker,” kata mantan Kepala Badan Penanggulan Bencana dan Perlindungan Masyarakat.

Selain itu, tujuan diminta joget itu untuk meningkatkan imun mereka. Sebab, apabila mereka senang berjoget, maka diharapkan imun mereka bisa meningkat, sehingga tidak gampang terjangkit virus.

“Nah, setelah mereka diberi sanksi itu, lalu mereka diberi masker dan diminta untuk selalu dipakai dimana pun berada,” ujarnya.

Eddy memastikan bahwa sanksi tersebut sudah diberlakukan sejak H+8 Perwali diundangkan, karena selama 7 hari sebelumnya, Perwali itu disosialisasikan massif ke berbagai bidang.

“Baru pada hari ke 8 kami beri sanksi terhadap pelanggar itu dan itu terus kami lakukan setiap harinya,” tuturnya.

Oleh karena itu, Eddy terus mengajak kepada semua pihak untuk terus mematuhi semua protokol kesehatan yang telah diatur dalam Perwali itu. Menurutnya, hal ini penting demi keselamatan bersama dan demi memutus mata rantai penyabaran Covid-19 di Kota Surabaya.

“Mari patuhi protokol kesehatan, karena kami akan terus melakukan pengawasan, jangan sampai anda-anda yang kami sita KTP-nya atau kami suruh push up atau joget,” ucapnya. []

Berita terkait
Surabaya Raya Tak Perlu PSBB, Cukup Lockdown Lokal
Akademisi AWK Surabaya mengatakan lebih efektif menerapkan lockdown lokal untul wilayah yang masuk zona merah agar perekomian tetap berjalan.
Hasil Rapid Test dan Swab Massal BIN di Surabaya
Tugas mobil Laboratorium PCR BIN berakhir dan sudah melakukan pemeriksaan terhadap 34.021 orang selama 20 hari terakhir.
Penjelasan Pemprov Jatim Wacana PSBB Surabaya Raya
Sekda Jawa Timur Heru Tjahjono mengatakan keputusan apakah PSBB atau tidak bergantung dari usulan dari kabupaten/kota apakah mengajukan atau tidak.