Bondowoso - Satuan Reserse Kriminal Polres Bondowoso, Jawa Timur, menangkap dua orang penjual dan pembeli bahan peledak atau bubuk mercon. Dalam pengungkapan ini 2 Kg bahan peledak diamankan petugas. Dua orang ditangkap yakni Abdul Muis, 21 tahun dan Abduh 37 tahun warga Desa Suci Lor, Kecamatan Maesan, Bondowoso.
Kepala Kepolisian Resort Bondowoso Ajun Komisaris Besar Erick Frendriz mengatakan penangkapan terhadap Muis dan Abduh berawal dari adanya informasi masyarakat. Kemudian, setelah dilakukan penyelidikan atas laporan warga tersebut, pihaknya langsung menemukan dua tersangka tengah melakukan transaksi penjualan bubuk petasan tersebut.
Setelah selesai perkara ini akan kita musnahkan, karena ini cukup berbahaya jika disalahgunakan penggunaanya.
"Dari transaksi itu didapat Abdul Muis membeli 1 kilogram bubuk mercon kepada Abduh. Kemudian saat mendatangi rumah Abduh, ditemukan lagi 1 kilogram bubuk mercon,"ujar Erick, Jumat, 8 Mei 2020
Erick mengatakan kedua tersangka mengakui bahwa bubuk mercon tersebut miliknya. "Barang bukti bubuk mercon ini kita jadikan barang bukti. Setelah selesai perkara ini akan kita musnahkan, karena ini cukup berbahaya jika disalahgunakan penggunaanya," tuturny.
Erick menegaskan kegiatan Operasi Kepolisian akan terus digencarkan dengan sasaran penyakit masyarakat serta petasan. Tujuannya agar umat muslim lebih khusyuk saat menjalankan ibadah puasa Ramadan terlebih lagi di tengah pandemi covid-19 ini.
"Penangkapan kepada dua tersangka itu berdasarkan laporan warga yang mengaku resah. Akhirnya kita tindak lanjuti," tambahnya
Kini kedua tersangka menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres Bondowoso, guna untuk pengembangan penyidikan asal dari bubuk mercon tersebut,
"Kita akan mengembangkan penyelidikan darimana ke dua tersangka itu mendapatkan bubuk mercon tersebut. Karena pasti ada penjualnya yang lebih besar, terlebih lagi pada bulan puasa seperti ini," ucap Erick
Akibat perbuatannya tersebut, kedua tersangka terancam dengan pasal 187 ayat 1 KUH Pidana dan Undang-undang Darurat No. 12 Tahun 1951, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara. []