2 Anggota "Save the Children" Tewas dalam Kekerasan Myanmar

Dua pekerja bantuan kemanusiaan Save the Children termasuk di antara mereka yang tewas di timur Myanmar dalam serangan pada malam Natal
Seorang pengunjuk rasa anti-kudeta mengacungkan hormat tiga jari di tangannya yang dicat merah untuk mengenang para pengunjuk rasa yang kehilangan nyawa selama demonstrasi di Yangon, Myanmar, 6 April 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Dua pekerja bantuan kemanusiaan "Save the Children" termasuk di antara mereka yang tewas di timur Myanmar dalam serangan pada malam Natal, kata kelompok itu pada Selasa, 28 Desember 2021.

Kelompok itu menyalahkan militer negara Asia Tenggara itu atas insiden yang menewaskan sedikitnya 35 orang di negara bagian Kayah.

“Kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa termasuk para pekerja bantuan tidak dapat ditoleransi. Serangan tidak masuk akal ini merupakan pelanggaran hukum bantuan kemanusiaan internasional,” kata kepala eksekutif kelompok itu, Inger Ashing, dalam sebuah pernyataan.

kendaraan yang terbakar di wilayah Hpruso myanmarFoto yang dirilis oleh Pasukan Pertahanan Negara Bagian Karenni Myanmar (KNDF) menunjukkan kendaraan yang terbakar di wilayah Hpruso, negara bagian Kayah, Myanmar, pada 24 Desember 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

“Ini bukan peristiwa yang terisolasi. Orang-orang Myanmar terus menjadi sasaran dengan meningkatnya kekerasan dan peristiwa ini menuntut tanggapan segera,” kata Ashing.

Militer Myanmar mengatakan pasukannya diserang ketika berupaya menghentikan tujuh mobil yang dikatakan mengemudi dengan "cara-cara yang mencurigakan."

Kepada kantor berita Prancis, juru bicara militer Zaw Min Tun mengatakan tentara membunuh beberapa orang dalam bentrokan berikutnya.

Sebuah milisi anti-pemerintah yang beroperasi di daerah itu, Pasukan Pertahanan Nasional Karenni, mengatakan mereka yang tewas bukanlah anggota milisi melainkan warga sipil yang melarikan diri dari konflik.

unjuk rasa anti kudeta myanmarPengunjuk rasa anti-kudeta berhadapan dengan barisan polisi anti-huru hara di Yangon, Myanmar, 19 Februari 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Menanggapi serangan itu, Save the Children menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan embargo senjata terhadap pemerintah Myanmar.

Kedutaan Besar AS di Myanmar menggambarkan serangan itu sebagai tindakan "biadab." Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, juga mengutuk serangan itu.

"Menarget orang-orang tak bersalah dan pekerja bantuan kemanusiaan tidak dapat diterima. Kekejaman militer yang meluas terhadap rakyat Burma menggarisbawahi urgensi untuk menuntut pertanggungjawaban anggotanya," Blinken menegaskan dalam sebuah pernyataan (mg/jm)/voaindonesia.com. []

Dua Staf Save the Children Hilang di Myanmar

Pembunuhan Massal 40 Laki-laki oleh Junta Militer Myanmar Terungkap

30 Lebih Tewas di Negara Bagian Kayah Myanmar

Ratusan Warga Myanmar Mengungsi ke Thailand

Berita terkait
Dua Staf Save the Children Hilang di Myanmar
“Save the Children” tangguhkan operasi di negara bagian Kayah yang sedang bergolak di Myanmar setelah dua anggota stafnya hilang
0
Pandemi dan Krisis Iklim Tingkatkan Buruh Anak di Dunia
Bencana alam, kelangkaan pangan dan perang memaksa jutaan anak-anak di dunia meninggalkan sekolah untuk bekerja