19 Tahun Transmigran di Tasikmalaya Hidup Miskin

19 tahun warga transmigran di Tasikmalaya masih hidup di garis kemiskinan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat, Muchamad Ade Afriandi (kiri) saat blusukan ke Legok Pal, Desa Campaka Sari, Kecamatan Bojong Gambir, Kabupaten Tasikmalaya. (Foto: Istimewa)

Bandung - Kendati sudah bermukim selama 19 tahun, warga transmigran Legok Pal, Desa Campaka Sari, Kecamatan Bojong Gambir, Kabupaten Tasikmalaya masih hidup di garis kemiskinan.

Selain itu, wilayah yang mereka tempati belum disertifikasi sejak ditempatkan di wilayah tersebut. Diperparah dengan kurangnya akses jalan atau infrastruktur fisik.

"Persoalan utama yang dihadapi masyarakat transmigran Legok Pal ini belum ada sertifikasi lahan, akses jalan kurang memadai, dan kondisi masyarakatnya berada dalam kondisi tidak meningkat atau katakanlah masih berada di garis kemiskinan," tutur Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat, Muchamad Ade Afriandi, Bandung, Rabu 10 Juli 2019.

Lebih lanjut Ade menjelaskan, melihat banyaknya persoalan yang tengah dihadapi masyarakat transmigran Legok Pal tersebut, Disnakertrans Jawa Barat berjanji akan berupaya mengatasi 3 persoalan utama tersebut dengan program dan kewenangan yang dimiliki.

Keterampilan yang diarahkan, lebih pada peningkatan produk yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi

"Untuk masalah sertifikasi, Disnakertrans akan mengumpulkan data-data dan mendorong untuk melakukan sertifikasi. Berbagai data yang diperlukan akan dikumpulkan untuk keperluan sertifikasi ini. Setelah ada data dan denah atau bentuk pendukung lainnya, akan mudah dilakukan sertifikasi," jelas Ade.

Sementara itu untuk langkah konkret mengatasi kemiskinan yang dihadapi warga transmigran Legok Pal tersebut terang Ade, Disnakertrans akan memberikan pelatihan keterampilan untuk kelompok ibu-ibu. Tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Legok Pal.

"Keterampilan yang diarahkan, lebih pada peningkatan produk yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Diperlukan inovasi produk dalam memasarkan produk. Sampeu tong dibuat kiripik deui, kiripik deui (singkong itu jangan dibuat keripik lagi, keripik lagi). Harus ada inovasi lain," terang Ade.

Di samping itu, hal yang tak kalah penting adalah berbagai pelatihan yang telah dilakukan berbagai instansi nantinya harus diubah manajemennya. Sehingga kembali kepada tujuan awal adanya berbagai pelatihan yaitu, berkembang dan mampu meningkatkan taraf hidup.

"Jangan sampai (pelatihan yang dilakukan) sampai 4 L pesertanya. Istilahnya itu, lu lagi lu lagi (kamu lagi, kamu lagi). Sehingga tak berkembang," kata Ade.

Sementara itu, Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Joharudin menambahkan, terkait infrastruktur selama 24 tahun jalan menuju transmigrasi lokal memang tidak pernah berubah baik.

"Jalannya tetap seperti ini, tak ada perubahan. Saya berharap ada perbaikan jalan tersebut," tambah dia.

Jalan menuju lokasi transmigrasi lokal Legok Pal yang memang dalam kondisi sangat memprihatinkan. Hanya bersisa jalan yang berbatu dan tanah, permukaan jalannya sudah hancur dan bergelombang.

Untuk diketahui, lahan transmigrasi lokal Legok Pal mulai dihuni transmigran pada 2000. Daerah tersebut dihuni warga asal Aceh yang saat itu tengah dilanda konflik. Awalnya, sebanyak 200 KK, tetapi kini tinggal 128 KK.

Untuk area transmigran lokal Legok Pal berada di lahan seluas 200 hektar, dimana satu kepala keluarga mengelola kurang lebih 2.500 meter.[]

Baca juga:

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu