14 Tahun Lumpuh Kaki, Ande di NTT Baru Punya Kursi Roda

Ande Umar sudah 14 tahun terbaring di kasurnya karena kelumpuhan yang diakibatkan terjatuh dari pohon setinggi 9 meter di Nusa Tenggara Timur.
Kamar Tidur Ande Umar. (Foto: Tagar/Fransiskus Yosef Andi Syukur).

Manggarai Timur - Siang itu, mentari bersinar begitu terang. Meski teriknya sangat menyengat kulit, namun udara di sini sejuk terasa ketika melangkahkan kaki di antara rumah warga di Kampung Ligot, Kelurahan Kota Ndora, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Lokasi Kampung Ligot berada di jalur negara lintas Flores. Di sini tumbuh berbagai jenis pohon yang rindang. Keramahan dan senyuman warga sekitar, kian membuat suasana panas tak keruan berubah seketika menjadi teduh dan nyaman untuk disinggahi.

Di kampung ini ada sebuah rumah berukuran 4x5 meter yang terbuat dari kayu. Ruangan rumah dibagi menjadi dapur dan sebuah kamar tidur

Di dapur, ada seorang gadis yang sedang membuat api. Sesekali dia meniup ke arah kayu, untuk menyalakan bara api, sambil sesekali memejamkan matanya dan mengerutkan kening, tak tahan terkena asap api.

Debu-debu sisa pembakaran beterbangan masuk ke sela-sela pelupuh dinding sebuah kamar yang ditempati seorang pria tua renta yang sedang terbaring di atas karpet biru. 

Dapur Ande UmarDapur dan bilik tidur Ande Umar. (Foto: Tagar/Fransiskus Yosef Andi Syukur ).

Rambutnya sudah beruban, kakinya mulai mengecil. Kini dia sudah tidak sanggup lagi untuk berdiri. Di samping tempat tidurnya, ada sebuah kursi roda yang selalu ditatapnya dengan mata berkaca-kaca. Seolah pria ini tidak menginginkan kursi roda itu jauh dari tempat tidur tempatnya merebah tubuh.

Pria ini bernama Ande Umar. Usianya saat ini sudah 65 tahun. Di dalam ruangan, Ande hanya bisa memandang dinding kamarnya, sesekali dia menengadah ke atas, melihat langit-langit kamarnya sambil menghela nafas panjang. Seperti tidak kerasan ingin beranjak dari tempat tidurnya.

Senyumnya tidak bisa menutupi raut bahagia di wajah Ande. Dia tidak mau terlalu mengeluh, hanya bisa memberi senyum. Kemudian dia mengulurkan tangannya yang gemetar, menahan rintihan sakit di pinggangnya.

Kehidupan Ande Umar telah berubah total setelah jatuh dari pohon kelapa setinggi sembilan meter, sekitar 14 tahun lalu. 

Saya buang air di kamar saja, istri saya akan mengambil dan membersihkan jika pulang dari kebun.

Sudah belasan tahun, warga Kampung Ligot, Kelurahan Kota Ndora, Kabupaten Manggarai Timur, NTT ini menghabiskan hari-harinya yang menjemukan di atas tempat tidur, sejak mengalami kelumpuhan dari pinggang ke kaki

Dia tidak ingin manja di atas kasur tuanya. Ande ingin terlihat gentar. Dia berusaha merayap menggunakan kekuatan tangannya ketika ingin ke kamar kecil dan ketika berusaha ke luar rumah untuk menghirup udara segar.

Pria kepala enam ini menceritakan, usai peristiwa nahas itu dia mencoba berobat ke rumah sakit, hingga pengobatan alternatif pun pernah dia coba untuk memulihkan kondisi tubuh. Namun, usaha itu terbilang sia-sia, Ande tetap tidak lagi bisa berjalan setelah terjatuh dari ketinggian.

Suami dari Rofinan Ona, 56 tahun ini telah menghabiskan waktu yang membosankan, selama 14 tahun, terlalu banyak merebah di atas ranjang. 

Dia mengaku tidak pernah lagi melihat matahari, langit, dan tidak mengetahui apa pun perubahan dan susana di sekitar lingkungannya selama belasan tahun, karena sudah tidak lagi bisa kemana-mana. Semua serba terbatas.

Namun, istri dan anak-anaknya membuat tempat khusus di bawah kolong tempat tidur, supaya Ande tidak perlu merangkak lagi jika ingin ke kamar kecil. 

Dengan ini, dia bisa langsung membuang air besar dan kecil di kamarnya. Jika istrinya pulang dari kebun, dengan sangat sabar wanita tangguh itu kerap membersihkannya, setiap hari.

"Saya buang air di kamar saja, istri saya akan mengambil dan membersihkan jika pulang dari kebun," ujar pria 65 tahun itu.

NTT Ande UmarFoto Hans Tandang dan Ande Umar. (Foto: Tagar/Fransiskus Yosef Andi Syukur).

Dia mengisahkan, selama ini hanya bisa menghabiskan waktu berbaring di tempat tidur, baru bisa melihat langit dan kendaraan yang lewat ketika duduk di kursi roda yang membuatnya lebih leluasa.

"Selama 14 tahun saya tidak pernah melihat matahari dan langit. Saya ingin melihat matahari, melihat kendaraan yang lewat, namun harus merangkak. Sekarang saya baru bisa melihatnya setelah ada kursi roda," kata Ande sambil mengusap air mata.

Perlahan dia bersedia menceritakan, mengenai jatuh dari pohon kelapa. Dia mengaku, pada saat itu waktu baru menunjuk pukul 6 pagi. Seperti biasa Ande memanjat pohon kelapa di belakang rumahnya, demi mendapat uang. Namun, karena dahannya sudah usang, dia tetap memaksakan naik ke puncak. Ironisnya dia salah pijakan pada batang pohon sehingga hilang keseimbangan di atas ketinggian. 

Kecelakaan pun terjadi. Dia terjatuh dengan posisi duduk. Setelah beberapa menit, Ande berteriak memanggil Rofina istrinya, lalu dia sempat datang dengan kerabat yang lain dan membawanya ke rumah. Sejak saat itu kedua kakinya tak bisa lagi menopang badannya lagi dan mengalami kelumpuhan.

Ande, bapak dari 5 anak serta kakek dari 5 cucu, kala itu merupakan tulang punggung keluarga. Sebelum lumpuh, Ande mengaku sering memanjat pohon kelapa untuk hasilnya dijual kembali. Penghasilan dari menjual kelapa, menurutnya cukup untuk membiayai hidup kelima anaknya.

“Selama 14 tahun, Saya tidak bisa bekerja dan tidak ada penghasilan. Saya dan anak-anak dihidupi oleh istri,” ucapnya sambil menangis haru.

Dia tidak memungkiri, kondisi lumpuh sempat membuatnya putus asa, bahkan terpikir ingin mengakhiri hidup. Namun ketabahan istri dan perjuangan anak-anaknya membuat dia pasrah dan rela menerima kenyataan.

"Saya sering putus asa, marah kepada diri saya sendiri, ingin mati saja, tapi istri luar biasa, anak-anak juga begitu. Sekalipun saya lumpuh, mereka selalu memperhatikan dan memberi kekuatan," tuturnya.

Dia menjelaskan, selama ini tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Petugas dari kelurahan dan dari dinas sosial memang datang untuk mendata dan selalu berjanji memberikan kursi roda. Namun sampai saat ini, dia merasa belum menerima bantuan apapun dan sepeser pun.

"Saya dan keluarga tidak pernah dapat bantuan dari pemerintah, satu kilo beras dan sepersen uang pun tidak," tuturnya dengan bibir bergetar.

NTT dan keluargaPak Ande Umar dan Keluaga besar di dampingi Teken dan Engkos. (Foto: Tagar/Fransiskus Yosef Andi Syukur).

Belum lama ini, Ande mendapatkan rezeki dari orang yang memberinya kursi roda pada tanggal 4 September 2019.

"Saya berterima kasih kepada Tuhan. Dia telah membantu saya melalui orang yang baik hati dan memberi saya kursi roda, sekarang saya bisa keluar rumah. Terima kasih Tuhan, terima kasih," ucapnya dengan menengadahkan kepala.

Kepada Tagar, anak ketiga pasangan Ande dan Rofina, Yohanes Tandang mengatakan ketika peristiwa nahas tempo hari terjadi, dia masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Pada saat bapak jatuh dari pohon kelapa, saya masih duduk di bagku SD kelas 5," ujar pria berusia 24 tahun itu.

Hans, sapaannya, menjelaskan, semenjak ayahnya lumpuh, maka sekeluarga saling membagi tugas. Dia ditugaskan untuk menimba air di Wae Manu, sebuah mata air di kampung Ligot untuk memenuhi kebutuhan minum sehari-hari.

Selain menimba air, Hans juga membantu Rofina Ona menjual sayur ke rumah-rumah warga dan ke Pasar Borong.

Dia bersyukur, meski bapaknya lumpuh, sang ibu tetap dapat membiayai anak-anaknya hingga menyelesaikan pendidikan SMA.

"Saya bersyukur, karena ketika bapak lumpuh, Tuhan memberi kami seorang ibu yang tangguh, sabar dan pekerja keras," katanya dengan mengusap linang air mata yang menetes di pipi.

Sementara itu, anak bungsu dari Ande Umar dan Rofina Ona, Yulianan Ase menerangkan, ketika ayahnya lumpuh, dia masih kecil. Seingatnya, saat itu dia masih berusia dua tahun. Yulianan sedih karena tidak sempat ditimang sang ayah karena sudah kadung lumpuh.

"Saya kadang sedih, ketika masih anak-anak, melihat teman sepermainnya digedong oleh orangtuanya, pada saat itu saya ingat bapak," kenangnya bercucur air mata.

Yulianan kini duduk di bangku kelas tiga SMP. Tempat studinya dekat dari rumahnya. Menurut pria berusia 15 tahun ini yang membuat bapaknya tetap tegar hanyalah kesabaran dan kerja keras sang ibu.

Ketika bapak lumpuh, kata Yuliana, ibu bekerja serabutan dan menjual sayur mayur, namun tetap tidak lupa menyiapkan makanan sehari-hari untuk keluarga.

"Jika ke kebun, Mama selalu pulang sebelum jam makan siang, mengurus makan untuk bapak, setelah itu baru mama kembali bekerja kebun," tuturnya.

Meskipun Ande Umar lumpuh, namun istrinya tetap bisa menyekolahkan ke-4 anaknya, hingga tamat SMA. Sedangkan si bungsu saat ini masih duduk di SMP kelas tiga.

 Tagar sudah berusaha menghubungi Pangkarasius Purnama yang memberi kursi roda bagi Ande Umar, namun hingga berita ini diturunkan, dia belum bisa dihubungi. []

Berita terkait
Cerita Tukang Sate Hingga Duduk di DPRD Gowa
Asnawi Syam bernasib baik, dari tukang sate hingga tukang poles mobil, sekarang terpilih jadi anggota DPRD Gowa. Berikut kisahnya.
Cerita Ojek Online Berpenumpang Hantu di Yogyakarta
Banyak ojek online di Yogyakarta yang tertipu dengan orderan fiktif yang ternyata pemesannya adalah hantu. Simak cerita driver ojol berikut.
Menteri Susi Punya Cerita Misteri Danau Toba
Selain soal kegemaran menikmati tuak dari Toba, Menteri Susi Pudjiastuti juga bercerita banyak hal tentang kenangannya di Toba.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi