Lhokseumawe – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh merilis laporan, kerugian yang dialami oleh Provinsi Aceh akibat bencana ekologi yang terjadi sepanjang tahun 2019, mencapai Rp 538,8 Miliar.
Direktur Eksekutif WALHI Aceh Muhammad Nur mengatakan, selama tahun 2019 telah terjadi bencana ekologi sebanyak 177 kali, masyarakat yang mengalami dampaknya mencapai 12.255 jiwa.
“Bencana ekologi itu, meliputi bencana kekeringan yang terjadi sebanyak 4 kali, banjir 45 kali, erosi dan longsor 31 kali, gempa bumi 10 kali, kebakaran hutan dan lahan 23 kali, angin kencang 49 kali, abrasi 13 kali, dan pencemaran limbah 2 kali,” ujar Muhammad Nur.
Muhammad Nur menambahkan, selama tahun 2019 tidak ada perubahan yang signifikan, karena banyak kasus-kasus lingkungan yang tidak mampu tertangani dengan baik, sehingga bencana ekologi selalu saja berpotensi terjadi.
Bencana ekologi itu, meliputi bencana kekeringan di Aceh.
Saat sekarang ini, di wilayah Aceh terdapat pertambangan emas ilegal yang luasnya mencapai 2,226,87 hektar, melibatkan 5.677 tenaga kerja yang tersebar di 806 titik galian atau titik pengambilan emas ilegal di Aceh.
“Maka banyak hal yang menyebabkan terjadinya bencana ekologi di Aceh, apabila kita tidak bersahabat dengan alam, maka bencana itu kapan saja bisa datang dan bisa memakan korban,” tutur Muhammad Nur.
Tambahnya, Aceh merupakan daerah rawan bencana, untuk itu harus dikedepankan keseimbangan ekologi dalam setiap kebijakan pembangunan sesuai fungsi ruang, daya tampung, daya dukung serta bentuk pembangunan disesuaikan ruang tanpa harus mengubah fungsi hutan.
“Sampai akhir Tahun 2019, kegiatan perambahan, ilegal logging, tambang emas ilegal, galian bebatuan dan tanah keruk ilegal, pencemaran limbah, investasi berbasis kawasan hutan, dan ekspansi perkebunan, merupakan faktor penyebab kerusakan lingkungan hidup,” katanya. []
Baca juga:
- PT Pupuk Iskandar Muda Berhenti Operasi di Aceh
- Kerugian Bencana di Aceh Capai Rp 168 Miliar
- Jerit Hati Petani Gambir di Perbatasan Aceh