Jakarta - Jubir Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman menyebut banyak hal yang ingin dicapai RI-1 pada periode kedua menjabat sebagai presiden.
100 hari kerja sejak dilantik MPR, bagi Fadjroel, Jokowi bakal kekeh melanjutkan visi-misi kerja di periode pertama yang belum semuanya rampung.
"Sebenarnya presiden dan wakil presiden tidak pernah mendesain 100 hari kerja. Dalam pelantikan Kabinet Indonesia Maju, tidak ada 100 hari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Tapi upaya kita adalah melanjutkan apa yang sudah dikerjakan pada periode sebelumnya," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 29 Januari 2020.
Pertama soal pengembangan sumber daya manusia (SDM), kedua keberlanjutan infrastruktur, ketiga penyederhanaan birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan kelima transformasi ekonomi.
Fadjroel menegaskan Jokowi akan fokus bekerja hingga 2024, yaitu dengan menargetkan panca kerja. Dia menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta itu sangat optimis dan akan memprioritaskan banyak agenda di periode keduanya menjabat sebagai Presiden RI.
"Ada visi-misi. Ada yang beliau sebut prioritas kerja, atau kami menyebutnya panca kerja, yaitu pertama soal pengembangan sumber daya manusia (SDM), kedua keberlanjutan infrastruktur, ketiga penyederhanaan birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan kelima transformasi ekonomi," ucapnya.
Baca juga: Kado 100 Hari Jokowi-Ma'ruf Membuat Geleng Kepala
Hal kontradiktif justru diutarakan Pengamat Politik Ujang Komarudin, yang merasa perlu mengkritisi 100 hari masa kerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Menurutnya, ada sejumlah kebijakan Jokowi-Ma'ruf yang mencekik rakyat, seperti kenaikan iuran BPJS hingga 100 persen, ditambah rencana pencabutan subsidi pemerintah untuk elpiji gas melon.
"Kenaikan beberapa ruas tol. Dan akan naiknya harga gas 3 kilogram. Ini semua kado 100 hari yang tidak mengenakan bagi rakyat," kata Ujang kepada Tagar, Selasa, 28 Januari 2020.
Tidak hanya itu, Ujang juga menyoroti penegakan hukum yang semakin tidak terarah. Seperti tersangka kasus suap Harun Masiku yang hingga kini masih bebas berkeliaran.
Persoalan ini dia pandang kian sulit terselesaikan, tak lain karena revisi Undang-undang (UU) KPK sudah ketok palu.
"Penegakan hukum juga makin suram. KPK makin lemah. Urus Harun Masiku saja enggak beres-beres," ujarnya. []