Oleh: Syaiful W. Harahap*
TAGAR.id – Sejak pertama kali kasus HIV/AIDS pertama diakui pemerintah ada di Indonesia yaitu tahun 1987, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang terdeteksi secara nasional dari tahun 1987 sampai dengan September 2022 mencapai 635.127.
Jumlah tersebut dilaporkan oleh 504 (97%) kabupaten dan kota dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia. Ada 10 kabupaten dan kota yang tidak melaporkan kasus HIV/AIDS.
Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS yang dilaporkan secara nasional sejak tahun 1987 sampai September 2022 mencapai 635.127 yang terdiri atas 493.118 HIV dan 142.009 AIDS.
Penemuan kasus HIV-positif dari tahun 1987 sampai September 2022 sebanyak 493.118.
Persentase infeksi HIV dari tahun 1987 sampai September 2022 tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (70,4 %), kelompok umur 20-24 tahun (15,9%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (7,3%).
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, persentase kasus HIV pada laki-laki sebesar 63% dan perempuan sebesar 37%.
Persentase HIV ditemukan berdasarkan transmisi masing-masing secara heteroseksual 28,6%; homoseksual 19,0%; dan penggunaan jarum suntik bergantian 3,6% (data tersedia sejak tahun 2010).
10 provinsi dengan jumlah kasus HIV-positif tertinggi dari tahun 1987 sampai September 2022, yaitu:
- DKI Jakarta 79.043
- Jawa Timur (Jatim) 74.893
- Jawa Barat (Jabar) 57.343
- Jawa Tengah (Jateng) 47.562
- Papua 43.069
- Bali 26.137
- Sumatera Utara (Sumut) 25.471
- Banten 14.457
- Sulawesi Selatan (Sulsel) 13.781
- Kepulauan Riau (Kepri) 11.926
Kasus AIDS
Penemuan Kasus AIDS s.d September 2022 a. Jumlah AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2020 cenderung naik. Jumlah kasus AIDS dari tahun 1987 sampai dengan September 2022 sebanyak 142.009.
Kelompok umur dengan presentase tertinggi tahun merupakan kelompok umur 20-29 tahun (31,8%), kemudian diikuti kelompok 30-39 tahun (31,4%), dan 40-49 tahun (14,6%).
Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 61% dan perempuan 32%. Sementara itu, 7% tidak melaporkan jenis kelamin.
Jumlah AIDS tertinggi menurut pekerjaan/status adalah tenaga nonprofesional (karyawan) (23.827), ibu rumah tangga (20.108), wiraswasta/usaha sendiri (18.657), petani/peternak/nelayan (6.931), dan buruh kasar (6.942).
Faktor risiko penularan terbanyak melalui hubungan seksual berisiko heteroseksual (69,1%), homoseksual (10,1%), penggunaan Narkoba dengan alat suntik bergantian (9%), dan tidak diketahui (7,4%).
10 provinsi dengan jumlah kasus AIDS terbanyak periode 1987 sampai September 2022, yaitu:
- Papua 25.417
- Jawa Timur (Jatim) 22.096
- Jawa Tengah (Jateng) 15.197
- DKI Jakarta 10.968
- Bali 10.217
- Jawa Barat (Jabar) 8.487
- Sumatera Utara (Sumut) 4.508
- Sulawesi Selatan (Sulsel) 4.442
- Banten 3.732
- Kalimantan Barat (Kalbar) 3.168
Berdasarkan jumlah kasus HIV-positif yang terdeteksi priode tahun 1987 sampai September 2022 yakni sebanyak 493.118 dan kasus AIDS yang terdeteksi priode tahun 1987 sampai September 2022 yaitu sebanyak 142.009, maka jumlah kasus kumulatif secara nasional priode tahun 1987 sampai September 2022 sebanyak 635.127.
10 Provinsi dengan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS terbanyak di atas 10.000, yaitu:
- Jawa Timur (Jatim) 96.989
- DKI Jakarta 90.011
- Papua 68.486
- Jawa Barat (Jabar) 65.830
- Jawa Tengah (Jateng) 62.759
- Bali 36.354
- Sumatera Utara (Sumut) 30.379
- Sulawesi Selatan (Sulsel) 18.263
- Banten 18.189
- Kepulauan Riau (Kepri) 14.448
Tapi, perlu diiingat bahwa jumlah kasus HIV-positif dan AIDS yang dilaporkan di atas tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat. Hal ini terjadi karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat matriks).
Untuk itulah pemerintah kota dan kabupaten diharapkan membuat regulasi, seperti peraturan daerah (Perda), untuk mencari atau menemukan warga pengidap HIV/AIDS tanpa melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Soalnya, warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdetekksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Hal itu bisa terjadi karena tidak ada ciri-ciri, gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.
Maka, pemerintah kabupaten dan kota dianjurkan untuk meningkatkan seruan agar warga yang pernah atau sering melakukan perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS agar segera menjalan tes HIV secara sukarela ke fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas dan RSUD.
Di beberapa daerah biaya tes HIV gratis da nada pula pendamping yaitu relawan yang juga memberikan pendampingan secar gratis.
Seperti di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten, ada penjangkau dan pendamping yang bisa dikontak melalui HP yaitu Lina di nomor HP 0856 8962 260 (bahan-bahan dari sihakemkes.go.id dan sumber-sumber lain). []
* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id