Seorang Pembunuh Jadi Presiden, Pantaskah?

Erwin Kallo, pengacara Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) menyatakan Tommy tidak akan terlibat atau maju menjadi calon presiden pada Pemilu 2019.
Hutomo Mandala Putra, putra bungsu Presiden Soeharto, akrab disapa Tommy Soeharto. (Foto: Kontan.co.id)

Jakarta, (Tagar 13/3/2018) - Erwin Kallo, pengacara Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) menyatakan Tommy tidak akan terlibat atau maju menjadi calon presiden pada Pemilu 2019.

Kamis 5 Oktober 2017

Pengacara Tommy itu mengklarifikasi berita-berita yang menyebar di media sosial mengenai agenda politiknya.

"Kalau ada ormas yang mengusung dia jadi RI I untuk 2019, itu tidak benar. Bapak Hutomo tidak akan terlibat atau maju di dalam Pilpres 2019," ujar Erwin Kallo dalam konferensi pers di Gedung Granadi Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Menurut Erwin, hingga saat ini putra Presiden Soeharto tersebut mengatakan belum ingin terlibat aktif dalam politik praktis. Namun, ada beberapa pihak yang menggunakan nama Tommy untuk memengaruhi situasi politik. Beberapa akun palsu mengatasnamakan Tommy di media sosial mengunggah informasi mengenai rencana keterlibatan Tommy dalam Pilpres 2019.

Bahkan, menurut Erwin, ada organisasi kemasyarakatan yang menampilkan dukungan dan mengusung Tommy menjadi calon presiden di media sosial. Beberapa di antaranya Ormas Parsindo dan Ormas HMPI. Tommy dan pengacaranya telah beberapa kali mengajukan somasi dan gugatan hukum kepada pihak-pihak yang tanpa izin menggunakan nama Tommy.

"Bahkan ada yang bilang sudah bertemu Pak Tommy dan siap maju di 2019. Itu tidak benar," kata Erwin.

Sabtu 17 Februari 2018

Partai Berkarya besutan Tommy Soeharto lolos sebagai peserta Pemilu 2019 sesuai ketetapan KPU pada Sabtu (17/2/2018), mendapatkan nomor urut 7 saat pengundian nomor urut peserta pemilu di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Minggu (18/2/2018).

Dalam struktural partai, Tommy mengemban dua jabatan sekaligus, yaitu Ketua Majelis Tinggi Partai dan Ketua Dewan Pembina.

Jumat 9 Maret 2018

Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang menyatakan Partai Berkarya akan mengusung Tommy Soeharto dalam Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

"Beliau salah satu putra terbaik bangsa, yang mempunyai hak untuk memimpin negeri ini," kata Andi Picunang,Jumat (9/3/2018).

Ia mengatakan, semua kader dan pengurus sudah sepakat mengusung Tommy yang merupakan Ketua Dewan Pembina sekaligus pendiri partai Berkarya itu. Faktor trah Soeharto juga menjadi salah satu alasan para kader menginginkan Tommy sebagai calon presiden.

"Ada titisan Pak Soeharto di sana, banyak masyarakat yang merindukan nuansa pembangunan ekonomi di era pak Harto, dan figur Pak Tommy ada di situ," kata Andi.

Namun, Andi mengakui, Partai Berkarya tidak bisa mengusung calon presiden sendiri di Pemilu 2019. Selain karena aturan presidential threshold (PT), Partai Berkarya juga belum mempunyai kursi di parlemen. Seperti diketahui, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi soal PT dalam UU Pemilu, hanya 10 parpol di DPR yang bisa mengusung capres-cawapres.

Syarat 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional mengacu pada hasil Pileg 2014. Oleh karena itu, menurut Andi, partainya akan menjajaki komunikasi dengan partai lain agar bisa mengusung putra bungsu Presiden Soeharto tersebut.

"Nanti ada komunikasi politik dengan partai-partai yang memenuhi syarat untuk mengusung Pak Tommy, ya, kami siap saja," katanya.

Minggu 11 Maret

Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto resmi ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Berkarya periode 2017-2022. Tommy diputuskan menjadi orang nomor satu di partai baru tersebut dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke-III Berkarya di Solo, Jawa Tengah, Minggu (11/3).

"Menetapkan Bapak Haji Hutomo Mandala Putra SH sebagai Ketua umum DPP Partai Berkarya periode 2017-2022, sesuai dengan periode SK Menkumham tahun 2017," kata Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang membacakan keputusan tersebut.

Syarat Jadi Presiden

Syarat Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah sebagai berikut:

1.Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2.Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.

3.Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.

4.Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

5.Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.

6.Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.

7.Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.

8.Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

9.Terdaftar sebagai Pemilih.

10.Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

11.Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

12.Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.

13.Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

14.Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun

Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

15.Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI.

16.Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia.

Pembunuhan Hakim Syafiuddin (2001)

Pada 26 Juli 2001 Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita tewas ditembak. Sekitar dua minggu kemudian, 7 Agustus 2001, polisi menangkap Mulawarman dan Noval Hadad dan menetapkan mereka sebagai tersangka.

Keduanya mengaku membunuh Syafiuddin atas perintah Tommy Soeharto.

Setelah hampir dua bulan, 28 November 2001, polisi menangkap Tommy di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ia didakwa membunuh Syafiuddin, dan divonis 10 tahun penjara pada Juli 2002 oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Amirudin.

Tommy yang mestinya baru bebas pada 2010, bisa menghirup udara segar lebih awal pada 1 November 2006 karena sejumlah pemotongan masa tahanan atasnya. (sa)

Berita terkait